Banner 468 x 60px

 

Tuesday, June 21, 2016

ENGKAU YANG DIRINDUKAN SENYUM

0 komentar

Duhai engkau, seberat apakah senyuman itu bagimu?
Apakah engkau lupa duhai pemilik selaksa senyuman, bahwa kekasih sang alam telah mengajarkan sedekah yang paling murah? Yang dapat kau tebarkan tanpa harus ada ketakutan menjadi miskin. Sang kekasih alam telah mengajarkan amalan yang paling mudah dan ringan, tanpa harus bersusah payah engkau mengusahakannya. Namun sekali kau lakukan, gunung pun dapat tercabut dari bumi lantaran berkobar semangat di dada bagi yang melihatnya. Sang kekasih alam telah mengajarkan cara paling ampuh memadamkan kobaran amarah dan mengurangi kesedihan. Jika saja kau tahu dan  paham semua maksud dari kekasihnya sang alam itu, niscaya kaulah orang yang paling beruntung. Yah, senyum. Itulah yang diajari kekasih sang alam. Dialah amal dan kekuatan.
Tiada perlu kau suguhkan secangkir kopi jikalau kau tak punya, cukuplah secangkir senyuman. Dia tidak hanya membasahi dahaga namun juga menentramkan mata dan jiwa. Mampu mengaliri kesejukan dalam hati.
Jika saja kau tahu bahwa keindahan lukisan da vinci tiada sebanding dengan goresan senyuman yang kau lukiskan di wajahmu. Maka tiada berat senyuman itu bagimu. Dan pastinya setiap pasang mata akan merindukan wajahmu di saat kedua ujung bibirmu kau lebarkan. Itulah lukisan sejati yang memiliki jiwa syarat makna.
Jika saja kau tahu mekarnya bunga mengandung nectar yang mampu menarik libido serangga, itu tiada artinya dengan seberkas senyum yang kau sebarkan. Karena senyummu itu mampu membangkitkan hati yang mati. Nectar sang bunga hanya mampu mengundang makhluk tak berakal menghampirinya, sedang senyummu mampu memikat makhluk berakal untuk menghormatimu.
Duhai engkau, tiadalah sulit sebuah senyuman itu, cukuplah engkau melebarkan kedua ujung bibirmu dengan tanpa sebuah paksaan. Dengan gaya reflek yang dibingkai ketulusan dan keikhlasan hati niscaya surga akan tergambar dengan jelas di wajahmu yang ranum.
Read more...

Tuesday, June 7, 2016

KITA DALAM SEGELAS KOPI

0 komentar
Sabtu malam adalah malamnya muda mudi berhuru hara menerjang gelapnya malam bersama pacar, teman, dan karib kerabat. Aku pun tak ketinggalan, dalam upaya menyemarakan malam minggu kala itu aku ditemani seorang gadis cantik dalam baluran busana muslimah yang sederhana. Tak ketinggalan secangkir kopi buatan sang gadis itu.
Pahit terasa kopi itu. Memang sengaja olehnya di buat pahit, alasannya sederhana saja seperti anak alay pada umumnya. Cukup dengan menatap wajahku kopi yang pahit itu pun akan menjadi nikmat, katanya kepadaku sekenanya.
Ah, tersipu malau wajahku mendengarkan alasan sederhana itu. Tak percaya, gumam hati kecilku. Pikiran nakalku pun terobsesi membuktikan perkataan itu, sambil menyeduh kopi aku pun menatap wajah ayu-nya itu. Senyum merekah mengembang dari wajahnya yang mungil, seolah menangkap isyarat hasrat diri yang semakin tentram di sampingnya.
Benar saja, bukan sulap bukan sihir, senyuman itu seolah menaburi permukaan kopi ende yang terkenal pahitnya yang ganas itu. Atau memang aku yang sedang terperangkap dalam selimut senyumannya yang kian nyaman sehingga tak lagi dapat membedakan realitsa pahit dan manis dari kopi yang sedang ku seruputi. Kesemuanya yang kurasakan adalah kopi buatan sang tester dengan takaran yang begitu proporsional. Kuyakini diri bahwa ini bukanlah sulap ataupun sihir, ini adalah realitas. Senyumannya telah merubah yang pahit menjadi nikmat.
Tak ingin terus berlarut-larut dan terkesan sangat mengagumi, aku mencoba keluar dari buaian selimut senyumannya, sesekali menatap wajahnya sambil meneguk kopi, kami bercengkerama seadanya.
Seteguk demi seteguk kopi itu membasahi dahaga sambil sesekali menatap rona gadis mungil itu. Tiap tegukan, aku menemukan cara terbaik menikmati seri senyumannya dalam bingkai wajahnya yang polos tanpa baluran make up. Satu kesatuan rasa yang terhimpun dalam cangkir  kopi buatannya menciptakan aroma luar biasa, menampar imaginasi kerinduan yang kemarin sempat mati. Dan kopi nikmat itu, ia telah mempertemukan dua rindu yang sempat tersesat ditelan sepi; Aku dan Dia.
Read more...
 
ZN _ LEFOKISSU © 2017