Sabtu
malam adalah malamnya muda mudi berhuru hara menerjang gelapnya malam bersama
pacar, teman, dan karib kerabat. Aku pun tak ketinggalan, dalam upaya
menyemarakan malam minggu kala itu aku ditemani seorang gadis cantik dalam
baluran busana muslimah yang sederhana. Tak ketinggalan secangkir kopi buatan
sang gadis itu.
Pahit
terasa kopi itu. Memang sengaja olehnya di buat pahit, alasannya sederhana saja
seperti anak alay pada umumnya. Cukup dengan menatap wajahku kopi yang pahit
itu pun akan menjadi nikmat, katanya kepadaku sekenanya.
Ah,
tersipu malau wajahku mendengarkan alasan sederhana itu. Tak percaya, gumam
hati kecilku. Pikiran nakalku pun terobsesi membuktikan perkataan itu, sambil
menyeduh kopi aku pun menatap wajah ayu-nya itu. Senyum merekah mengembang dari
wajahnya yang mungil, seolah menangkap isyarat hasrat diri yang semakin tentram
di sampingnya.
Benar
saja, bukan sulap bukan sihir, senyuman itu seolah menaburi permukaan kopi ende
yang terkenal pahitnya yang ganas itu. Atau memang aku yang sedang terperangkap
dalam selimut senyumannya yang kian nyaman sehingga tak lagi dapat membedakan
realitsa pahit dan manis dari kopi yang sedang ku seruputi. Kesemuanya yang
kurasakan adalah kopi buatan sang tester dengan takaran yang begitu
proporsional. Kuyakini diri bahwa ini bukanlah sulap ataupun sihir, ini adalah
realitas. Senyumannya telah merubah yang pahit menjadi nikmat.
Tak
ingin terus berlarut-larut dan terkesan sangat mengagumi, aku mencoba keluar
dari buaian selimut senyumannya, sesekali menatap wajahnya sambil meneguk kopi,
kami bercengkerama seadanya.
Seteguk
demi seteguk kopi itu membasahi dahaga sambil sesekali menatap rona gadis
mungil itu. Tiap tegukan, aku menemukan cara terbaik menikmati seri senyumannya
dalam bingkai wajahnya yang polos tanpa baluran make up. Satu kesatuan rasa
yang terhimpun dalam cangkir kopi
buatannya menciptakan aroma luar biasa, menampar imaginasi kerinduan yang
kemarin sempat mati. Dan kopi nikmat itu, ia telah mempertemukan dua rindu yang
sempat tersesat ditelan sepi; Aku dan Dia.
0 komentar:
Post a Comment