Pertemuan Cipayung dengan warga pulau kera |
Secercah Harapan di Pulau Kera
Prahara
yang terjadi di Pulau Kera merupakan prahara kemanusiaan yang hampir 17 tahun
lebih luput dari penglihatan dan perhatian pemerintah setempat, pemerintah
Kabupaten Kupang dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Klaim kepemilikan
lahan di Pulau yang dikelilingi pasir putih antara masyarakat Pulau Kera, warga
sulamu dan pengusaha Charles Pitobi ibarat polemic perebutan tanah antara
Israel dan Palestina yang tak pernah berkesudahan. Meski tidak sampai pada
tingkat tindakan kekerasan dan pembunuhan seperti di Israel dan Plestina, satu
catatan penting yang terjadi di Pulau Kera yang perlu mendapat perhatian khusus
adalah penghilangan hak-hak dasar warga sebagai bagian dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Warga Pulau Kera 90% tidak memiliki identitas kependudukan
(KTP), Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Nikah, dan hak-hak dasar lainnya.
Ketidakpunyaan
masyarakat Pulau Kera akan KTP, KK dan lain sebagainya ini disinyalir kuat atas
problem antara warga di sana dengan pengusaha Pitoby yang mengklaim berhak atas
Pulau ini. Pitoby yang ingin menjadikan Pulau Kera sebagai tempat wisata
(namun, sejauh yang diketahui ini hanya sebuah alasan belaka, Pitoby ingin
menjadikan Pulau Kera sebagai tempat kasino) dan merelokasi warga Pulau Kera ke
tempat lain. Tarik ulur Pitoby dan masyarakat Pulau Kera yang hendak direlokasi
tidak jua memperoleh kesepakatan bersama sesuai tuntutan warga yang ingin
direlokasi. Hingga detik ini, masyarakat Pulau Kera tetap memilih bertahan di Pulau
yang menurut mereka sudah didiami oleh nenek moyang mereka lebih dari sertus
tahun yang lalu. Klaim penduduk ini dapat dibuktikan dengan kuburan-kuburan tua
di sana yang kini sudah rata dengan tanah.
Warga Pulau Kera |
Sejauh
pengamatan kami dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan kelompok Cipayung
(PMKRI, GMKI, GMNI, PMII), masyarakat diperhambat untuk memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dan administrasi-administrasi dasar sebagai warga Negara lainnya
bertujuan agar masyarakat yang mendiami Pulau ini dikategorikan sebagai masyarakat/penduduk
liar. Dengan harapan, jika penduduk di sana direlokasi ataupun diusir akan
lebih mudah, karena mereka tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk tetap
bertahan.
Berangkat
dari keprihatinan dan rasa kemanusiaan serta sebagai mahasiswa yang terorgansir
dalam wadah Cipayung, kami bertekad membantu masyarakat untuk yang paling
pertama adalah bagaimana masyarakat di sana terlebih dahulu memiliki KTP, Kartu
Keluarga, Akta Nikah dan Akta Kelahiran. Tanggal 29 Juni lalu, kami (Cipayung)
pun berangkat ke Pulau Kera bertemu masyarakat dan tokoh-tokoh yang ada di
sana. Setelah melakukan diskusi mendengar isi hati, pengeluhan serta harapan
masyarakat di sana kami bersepakat untuk turun langsung ke kelurahan Sulamu
yang merupakan kelurahan yang mewadahi Pulau Kera.
Pertemuan Cipayung dengan Lurah Sulamu |
Tanggal 03
Agustus kami pun akhirnya bisa bertemu dan bertatap muka dengan Lurah Sulamu,
Markus Fanggidae. Beliau yang juga baru saja dilantik bulan Februari lalu itu
pun memiliki komitmen untuk setiap warga yang ada di bawah wilayah kepemimpinannya
harus memiliki identitas kependudukan yang jelas sebagai Warga Negara Indonesia
di wilayah domisilinya serta administasi-administrasi lainnya seperti Akta
Nikah, Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga. Warga Pulau Kera merupakan prioritas
utama baginya. Dan sejauh ini dia pun sudah dua kali bertemu dengan masyarakat Pulau
Kera dan meminta ketua RW di sana untuk
mendata kembali penduduk yang sudah menikah dan yang belum memiliki kartu
penduduk.
Pada titik
ini prahara kemanusiaan yang terjadi di Pulau Kera seakan menemukan babak baru.
Secercah harapan mulai bersinar menerangi penduduk di Pulau yang berpenghuni
kurang lebih 400 jiwa ini. Mereka yang dulunya boleh dikatakan penduduk liar,
tanpa kejelasan identitas kependudukan kini mulai mengalami titik terang.
Sebuah harapan yang tentunya bukan sekadar janji. Dan sudah semestinya mereka
sebagai bagian dari penduduk Negara yang bercita-cita menciptakan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mendapatkan keadilan yang serupa dengan
warga penduduk Indonesia lainnya terlepas dari klaim kepemilikian tanah di Pulau
mungil yang dikelilingi pasir putih dan laut yang indah ini.
Kunjungan Cipayung ke Pulau Kera |