Banner 468 x 60px

 

Friday, August 4, 2017

Secercah Harapan di Pulau Kera

0 komentar
Pertemuan Cipayung dengan warga pulau kera
Secercah Harapan di Pulau Kera


Prahara yang terjadi di Pulau Kera merupakan prahara kemanusiaan yang hampir 17 tahun lebih luput dari penglihatan dan perhatian pemerintah setempat, pemerintah Kabupaten Kupang dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Klaim kepemilikan lahan di Pulau yang dikelilingi pasir putih antara masyarakat Pulau Kera, warga sulamu dan pengusaha Charles Pitobi ibarat polemic perebutan tanah antara Israel dan Palestina yang tak pernah berkesudahan. Meski tidak sampai pada tingkat tindakan kekerasan dan pembunuhan seperti di Israel dan Plestina, satu catatan penting yang terjadi di Pulau Kera yang perlu mendapat perhatian khusus adalah penghilangan hak-hak dasar warga sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Warga Pulau Kera 90% tidak memiliki identitas kependudukan (KTP), Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Akta Nikah, dan hak-hak dasar lainnya.
Ketidakpunyaan masyarakat Pulau Kera akan KTP, KK dan lain sebagainya ini disinyalir kuat atas problem antara warga di sana dengan pengusaha Pitoby yang mengklaim berhak atas Pulau ini. Pitoby yang ingin menjadikan Pulau Kera sebagai tempat wisata (namun, sejauh yang diketahui ini hanya sebuah alasan belaka, Pitoby ingin menjadikan Pulau Kera sebagai tempat kasino) dan merelokasi warga Pulau Kera ke tempat lain. Tarik ulur Pitoby dan masyarakat Pulau Kera yang hendak direlokasi tidak jua memperoleh kesepakatan bersama sesuai tuntutan warga yang ingin direlokasi. Hingga detik ini, masyarakat Pulau Kera tetap memilih bertahan di Pulau yang menurut mereka sudah didiami oleh nenek moyang mereka lebih dari sertus tahun yang lalu. Klaim penduduk ini dapat dibuktikan dengan kuburan-kuburan tua di sana yang kini sudah rata dengan tanah.
Warga Pulau Kera
Sejauh pengamatan kami dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan kelompok Cipayung (PMKRI, GMKI, GMNI, PMII), masyarakat diperhambat untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan administrasi-administrasi dasar sebagai warga Negara lainnya bertujuan agar masyarakat yang mendiami Pulau ini dikategorikan sebagai masyarakat/penduduk liar. Dengan harapan, jika penduduk di sana direlokasi ataupun diusir akan lebih mudah, karena mereka tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk tetap bertahan.
Berangkat dari keprihatinan dan rasa kemanusiaan serta sebagai mahasiswa yang terorgansir dalam wadah Cipayung, kami bertekad membantu masyarakat untuk yang paling pertama adalah bagaimana masyarakat di sana terlebih dahulu memiliki KTP, Kartu Keluarga, Akta Nikah dan Akta Kelahiran. Tanggal 29 Juni lalu, kami (Cipayung) pun berangkat ke Pulau Kera bertemu masyarakat dan tokoh-tokoh yang ada di sana. Setelah melakukan diskusi mendengar isi hati, pengeluhan serta harapan masyarakat di sana kami bersepakat untuk turun langsung ke kelurahan Sulamu yang merupakan kelurahan yang mewadahi Pulau Kera.
Pertemuan Cipayung dengan Lurah Sulamu
Tanggal 03 Agustus kami pun akhirnya bisa bertemu dan bertatap muka dengan Lurah Sulamu, Markus Fanggidae. Beliau yang juga baru saja dilantik bulan Februari lalu itu pun memiliki komitmen untuk setiap warga yang ada di bawah wilayah kepemimpinannya harus memiliki identitas kependudukan yang jelas sebagai Warga Negara Indonesia di wilayah domisilinya serta administasi-administrasi lainnya seperti Akta Nikah, Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga. Warga Pulau Kera merupakan prioritas utama baginya. Dan sejauh ini dia pun sudah dua kali bertemu dengan masyarakat Pulau Kera dan meminta  ketua RW di sana untuk mendata kembali penduduk yang sudah menikah dan yang belum memiliki kartu penduduk.
Pada titik ini prahara kemanusiaan yang terjadi di Pulau Kera seakan menemukan babak baru. Secercah harapan mulai bersinar menerangi penduduk di Pulau yang berpenghuni kurang lebih 400 jiwa ini. Mereka yang dulunya boleh dikatakan penduduk liar, tanpa kejelasan identitas kependudukan kini mulai mengalami titik terang. Sebuah harapan yang tentunya bukan sekadar janji. Dan sudah semestinya mereka sebagai bagian dari penduduk Negara yang bercita-cita menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mendapatkan keadilan yang serupa dengan warga penduduk Indonesia lainnya terlepas dari klaim kepemilikian tanah di Pulau mungil yang dikelilingi pasir putih dan laut yang indah ini.
Kunjungan Cipayung ke Pulau Kera

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017