Dunia dan Indonesia akhir-akhir ini selalu diisukan dengan bahaya ajaran syiah yang dianggap sesat. Orang-orang syiah dan ajarannya dianggap sebagai bahaya yang menakutkan, bak pisau bedah yang siap menggorok aqidah mereka. Syiah tidak lagi dianggap sebagai sebuah mazhab dalam Islam, namun diaanggap sebagai sebuah agama baru layaknya Ahmadiya. Isu sesat syiah ramai diperbincangkan baik di media social hingga penyebaran pamphlet-pamphlet kesesatan syiah ke masjid-masjid di setiap pelosok Indonesia. Ketika ada orang orang yang berbicara seolah membela syiah, dianggap agen syiah dan dituduh kafir, seolah label kafir adalah milik mereka. Marginalisasi bahkan upaya penghapusan syiah dengan dalih menjaga aqidah umat baik di Indonesia maupun dunia seolah melupakan jasa para ulama dunia yang berusaha mempersatukan umat islam di seantero penjuru dunia dalam Deklarasi Amman atau Risalah Aman yang ditandatangani lebih dari 500 ulama besar dunia baik ulama dari kalangan sunni, syiah maupun ibadhiyyah dan dzahiriyah. Yang mana salah satu dari kesepakatan mereka ialah bahwa Sunni (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hanbali), Syiah (Ja’fariyah dan Zaidiyyah), Ibadhiyyah, dan Dzahiriyyah adalah muslim. Barang siapa yang menyatakan mereka kafir adalah hal yang mustahil dan dilarang. Karena, darah kehormatan, dan hartanya adalah terjaga (dilindungi dalam islam).
Syiahfobia atau ketakutan berlebihan terhadap orang orang syiah beserta ajarannya ini menunjukan kalu para syiahfobia adalah orang orang yang lemah akal dan lemah iman. Mengapa saya katakana demikian?
Pertama, akal mereka lemah. Karena jika akal mereka kuat tentu mereka dapat membedakan fatwa ulama tertentu (segelintir ulama) di daerah tertentu dengan fatwa ulama internasional dengan jumlah ulama yang banyak dan dari mazhab yang berbeda. Maka akal kuat dan sehat mengatakan fatwa ulama internasional memiliki faliditas kebenaran lebih besar daripada fatwa segelintir ulama di daerah tertentu. Selain itu jikalau akal mereka kuat dan sehat tentu mereka dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah dari sebuah ajaran. Bukankah rasulullah mengajarkan bahwa “ambillah ilmu itu walupun ilmu itu keluar dari mulut orang yang tidak kau sukai”.
Kedua, iman mereka lemah. Karena Allah tidak pernah menyuruh untuk takut bahkan hingga fobia terhadap sesuatu yang sifatnya menyesatkan, jikalau katakana saja syiah itu sesat. Bukankah Allah telah mengatakan “laa yadhurrukum man dholla idzah tadaytum, tiadalah orang yang sesat itu memberikan mudharat kepada kalian apabila kalian telah mendapat petunjuk”. Maka boleh jadi orang orang yang sering memberi label sesat syiah serta takut terhadapnya ialah orang orang yang tidak hanya lemah iman, akan tetapi mereka orang orang yang belum mendapat petunjuk.
Sungguh ironis memang, melihat jumlah orang orang syiah yang begitu sedikit terutama di negri ini begitu ditakuti. Padahal logikanya ialah merka yang mestinya takut, disebabkan jumlah mereka yang minim serta ketakutan terhadap orang orang yang mendapat petunjuk? Atau jangan jangan sebaliknya, justru merekalah orang orang yang benar dan mendapat petunjuk?
Fenomena keretakan umat terutama sunni syiah ini pernah disindir oleh Syaikh Ahmad Deedat, gurunya Dzakir Naik ketika melihat masih banyak saudara saudaranya yang sesama sunni bersikap fobia bahkan paranoid terhadap syiah, beliau berkata, “saya katakan, kenapa anda tidak bisa menerima saudara syiah sebagai mazhab kelima? Hal yang mengherankan adalah syiah mengatakan kepada anda, bahwa mereka ingin bersatu dengan anda. Mereka tidak mengatakan tentang menjadi syiah. Mereka berteriak, “laa syiah laa sunniyah wahdah islamiyah” (tidak ada ssunni atau syiah, hanya ada satu, islam), tapi kita mengatakan kepada mereka, “tidak, anda syiah”! sikap seperti ini adalah penyakit dari setan yang memecah belah kita. Bisakah anda membayangkan, kita sunni adalah 90% dari muslim dunia, dan 10% nya adalah syiah yang ingin menjadi saudara seiman, tapi yang 90% ketakutan. Saya tidak mengerti mengapa anda yang 90% ketakutan? Merekalah yang seharusnya ketakutan”!
Jangankan terhadap orang yang sesat kita tidak perlu takut, terhadap iblis sekalipun yang merupakan Maha Rajanya kesesatan itu, Allah tidak pernah mengajari kita untuk takut. Ketika iblis mengancam menyesatkan anak cucu adam, Allah menjawab sesungguhnya hamba hambaKu tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka kecuali orang orang yang mengikutimu, merekalah orang orang yang sesat.
Orang orang yang lemah akal dan keyakinannya memang selalu risau dan was was terhadap suatu ajaran yang berbeda dengan keyakinannya. Sebagaimana orang yang menumpangi perahu motor ketakutan saat datangnya hujan. Sementara orang yang menumpangi kapal laut PELNI tak sedikitpun ketakutan walau kapalnya diterpa hujan bahkan badai sekalipun. Ada sebuah pepatah mengatakan “orang yang ketakutan terhadap keyakinan orang lain sebenarnya tidak meyakini apa yang sedang diyakininya.”
Sebagai orang orang yang sehat akalnya dan mendapat petunjuk dari Allah tentu tidak perlu merisaukan hal ini, apalagi sampai melabeli para pengikut mazhab syiah itu kafir. Bukankah yang berhak melabelkan kafir atau tidaknya, iman atau tidaknya, ikhsan atau tidaknya seseorang adalah mutlak hak Prerogativenya Allah semata? Bukankah seorang pelacur dihadiahi surge hanya karena memberi seteguk air kepada seekor anjing yang kehausan?
Tulisaan ini bukan ingin membela kaum syiah, atau karena saya orang syiah. Bukan. Akan tetapi tulisan ini ialah autokritik sebagai generasi muda bangsa dan agama yang menginginkan persatuan dalam dunia social. Bukan hanya persatuan sesama umat islam yang berbeda mazhab akan tetapi juga persatuan sebagai bangsa Indonesia yang berideologikan Pancasila dan bersemboyan Bhineka Tunggal Ika.