Banner 468 x 60px

 

Saturday, July 2, 2016

MENGINGAT TUHAN DALAM PERAHU MOTOR

0 komentar
Bagaimana rasanya berada dalam sebuah perahu kecil yang berukuran 1 x 5 meter di tengah birunya laut, terombang ambing diantara gulungan ombak yang silih berganti dan tiupan angin yang merobohkan kesombongan?
Hal biasa bagi para pelaut yang mendedikasiakan jiwa dan raganya di atas ganasnya gelombang laut demi sanak keluarganya, tapi menjadi hal yang menakutkan bagi kita yang tidak terbiasa. Menakutkan dan menyeramkan. Hilang seluruh kesombongan diri ketika terpaan gelombang mengangkat dan menghempaskan badan perahu, ketika kata tenggelam berada di tangan pengemudi yang harus mengarahkan perahu menentang kekuatan alam yang tiada bisa dihentikan.
Di tengah sahutan ombak yang silih berganti, saya membayangkan perahu yang kami tumpangi itu tenggelam. Di saat itu dada sesak, panic, suara tidak lagi di dengarkan penduduk daratan, serta kaki dan tangan pun lumpuh tak lagi mampu mengayuhkan tubuh untuk selamat. Saat itu tak perlu suntikan hormone adrenalin, jantung akan memompa darah secara otomatis sampai pacuan yang entah berapa levelnya di banding keadaan biasa.
Memang tidak seseram ketika berada di atas pesawat, di mana kepasrahan kita kepada Tuhan adalah kepasrahan total. Pada saat seperti ini boleh jadi kita termasuk dalam golongan yang berfaham Jabariyah (Asy’ariyah); tiada lagi ada daya dan kekuatan kita sebagai manusia untuk meneylamatkan hidup kita di saat pesawat tersebut terjatuh atau terbakar. Semua kepasrahan tentang keselamatan kita seratus persen di tangan Tuhan. Mungkin di saat ini konsep innasshalti wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin menjadi sejalan dengan perasaan pikiran dan hati kita. Namun demikian bukan berarti lautan akan memanjakan anda ketika anda tenggelam di dalamnya apalagi anda tidak memiliki keahlian untuk bertahan di dalamnya (bisa berenang), percayalah jikalau anda tidak segera mendapatkan pertolongan, mungkin tiga puluh menit adalah waktu yang lama bagi anda untuk bertahan hidup.
Sebuah pelajaran yang diperoleh hari ini. Berada di tengah lautan dengan gelombang birunya, dengan kedalaman bermeter meter, jauh dari daratan, jauh dari peradaban dan hiruk pikuk bising suara manusia dan kendaraan, hanya bunyi mesin, jauh dari kecintaan materi dan sanak family yang menjadikan kita budak, jauh dari ke-aku-an diri sebagai seorang manusia, ternyata mendekatkan diri kita pada Tuhan.
Jauh dari daratan, di atas lautan biru tidak ada ke-aku-an atau golongan yang perlu disombongkan. Jantung kita berpenetrasi jauh lebih kuat sehingga darah yang mengalir ke otak menjadi semakin lancer, sehingga saraf-saraf otak kita yang sering digunakan untuk mengingat Tuhan yang sempat tidak mendapatkan pasokan darah sehingga menjadikan kita lupa pada Tuhan menjadi terbuka kembali. Di saat itulah Tuhan; walaupun hanya namanya, menjadi mudah di ingatan, bibir dan hati. Itulah saat Tuhan menumpang di perahu kecil bersama kita.
 

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017