Ketika
sedang asyik-asyiknya menyeruput kopi, sambil menikmati cerahnya pagi di bulan
maret, saya teringat sesosok insan yang begitu luar biasa dengan segala bentuk
kesederhanaan dan kesahajaan yang dimilikinya. Ketulusan dan keikhlasan
menjadikan ia sosok yang tiada banyak menuntut, sebagai sebuah konsekuensi atas
apa yang ia dedikasikan. Kami sering menyapanya dengan kanda Anto atau bang
Anto, lengkapnya Arianto Achmad.
Mengarungi
luasnya samudra udara sampai ke kota karang dengan niatan tulus, menyampaikan
ilmu pengetahuan. Bagi kami ilmu yang diajarkannya ialah Hikmah dan
Kebijaksanaan. Namun dari semua yang ia berikan, ia tiada menuntut bayaran,
tiada pula menuntut menginap di penginapan mahal, atau sekedar makan makanan
mewah dan bergizi. Menginap bersama kami di secretariat komisariat kipma, dan
makan bersama apa yang kami makan. Tentu servis yang kami berikan ini jauh
perbandingannya dengan ilmu yang diajarkanya; sungguh tiada banding. Satu hal
yang saya amati kala itu; tiada kata mengeluh, protes dan lainnya sebagainya
atas pelayanan kami. Ia seolah menikmati semua kekurangan dan keterbatasan yang
kami miliki. Ah, sungguh luar biasa pribadi yang luhur nan agung dan tak bisa
terwakilkan oleh tiap kata dalam tulisan ini atas segala tindakan dan
dedikasinya.
Setelah
beberapa saat bernostalgia bersama kenangan massa lalu dengan beliau, saya
teringat, pernah ada sebuah acara tablig
akbar yang diselenggarakan di masjid Nurussadah Fontein, Kupang. Seorang ustad
yang tidak ingin saya sebutkan namanya, namun beliau cukup tersohor juga di
balik layar kaca TV. Ustad tersebut
diundang ke kota karang (kupang) untuk memberikan ceramah pada acara tabligh
akbar tersebut. Karena kedatangannya cukup diketahui masyarakata luas, karena
hampir di sudut-sudut jalan kota kupang terpampang poster gambar wajah ustad
tersebut. Maka saya pun lantas bertanya kepada salah satu panitia penyelenggara
acara tabligh akbar, yang juga merupakan senior (abang) saya di organisasi yang
saya geluti; HMI. Bang, berapa biaya yang digelontorkan oleh pihak panitia
penyelenggara untuk menghadirkan ustad sekelas ini di kota kupang? Sekitar
empat puluhan juta, namun itu belumlah termasuk biaya transportasi (pesawat)
dan biaya penginapan jawab abangku itu.
Sejenak
saya terdiam namun pikiranku seolah keheranan dan bertanya-tanya. Ah, bukankah
bagi mereka (para ustad) cukuplah amal dari rabbNya sudah melebihi segalanya?
Iyah, kita memang tidak bisa berpaling dari realitas kehidupan kita hari ini
bahwa kita tidak bisa memisahkan diri dari lembaran-lembaran kertas yang diberi
nominal. Hampir segala sesuatu membutuhkan uang, namun bukankah biaya di atas
sangatlah besar? Dan bukankah konsekuensi dari menjadi seorang ustad ialah
menyampaikan pesan dakwah baik ketika dibutuhkan maupun tidak sehingga tiadalah
perlu bayaran yang besar seperti itu?
Saya
kemudaian mencoba membandingkan dua subjek di atas, jikalau hanya sekedar
memberikan ceramah dalam sejam di hargai puluhan juta, lantas berapa jutakah
yang perlu kami bayar waktu itu jika saja beliaupun (kanda Anto) juga memiliki
jiwa kapitalis dan materialis? Beliau mendedikasikan diri sehari hampir lebih
dari dua belas jam dalam sehari; bersimpuh di lantai yang dingin untuk sekedar
berbagi pengetahuannya pada kami, dan itu ia lakukan selama sepuluh hari, jika
dikalkulasikan lebih kurang 120 jam yang ia habiskan untuk berbagi pengetahuan
bersama kami. Tak terbayang jikalau semuanya itu kemudian dihargai dengan uang,
tentu kami tak memiliki cukup rupiah yang bisa kami bayar. Terlebih lagi yang
ia berikan lebih dari sekedar ceramah.
Pikiranku
pun kembali bertanya-tanya, apakah para ustad dan ustadzah yang sering bercokol
di balik layar kaca televisi semuanya seperti itu? Menjual belikan kalimat-kalimat
Tuhannya untuk menjadi kaya?
Perlahan
tanganku merangkak memegang telinga cangkir kopi yang sudah tidak lagi hangat, menyeduhnya
dan menikmati pahit manisnya yang saling bertautan menciptakan kenikmatan di
tiap seduhannya.
3 komentar:
mantap. tulisan yg menarik dan singgungan untuk para ustad yg berorientasi kapitalis dan matrealis dalam menyampaikan ilmu Tuhan.
salam untuk kanda anto. semoga sehat selalu
Salam cinta utk beliau,
Post a Comment