Banner 468 x 60px

 

Tuesday, October 18, 2016

STRATEGI POLITIK PAK AHOK

0 komentar
Pilkada DKI telah berkembang ke arah yang sangat mengkhawatirkan dan berbahaya. Kini tidak lagi menjadi persoalan yang berskala lokal (Jakarta), melainkan telah menjadi viral dalam skala Nasional bahkan Internasional. Salah satunya bisa terlihat dari pernyataan keras Gubernur Papua yang menyatakan; kalau Ahok tak boleh jadi Gubernur, biarkan Papua merdeka.
Beragam tanggapan pro kontra terhadap segala tindak tanduk Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok telah menjadi titik fokus para Politisi, Agamawan, Cendikiawan, Mahasiswa, dan seluruh lapisan kelas sosial. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh pak Basuki. Bagaimana tidak? Beliau yang terlahir sebagai keturunan Tionghoa dan beragama katolik sudah barang tentu tergolong kaum minoritas di Indonesia, khususnya di Ibukota Jakarta. Sebagai keturunan Tionghoa dan berkeyakinan Katolik, Ahok menyadari betul bahwa sulit, jika tidak dikatakan mustahil untuk memimpin ibukota DKI Jakarta yang mayoritas pribumi dan berkeyakinan Islam bila dilakukan pemilihan secara langsung.
Maka salah satu jalan yang mesti ditempuh oleh sang Petahana ini adalah mengubah kelemahan yang ada pada dirinya menjadi kekuatan, memanfaatkan secara baik kekuatan serta mengoptimalkan setiap peluang yang dimiliki, sekecil apapun itu. Dan ini benar-benar dilakukan oleh pak Ahok.
Ahok menyadari bahwa diantara kaum mayoritas (Islam dan Pribumi) yang ada di Indonesia, tidak semuanya berpaham fanatik, ada juga yang bersikap rasional dan moderat, menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila (Dasar Negara Indonesia). Mereka (kaum moderat rasionalis) ini tidak lagi terpaku pada waham SARA. Bagi mereka kaum minoritas pun memiliki hak yang sama dengan kaum mayoritas, sehingga isu SARA tidak layak menjadi komoditi dalam panggung perpolitikan. Mereka inilah payung yang siap menangkal hujan SARA yang siap mengguyur pak Basuki. Mereka jugalah kekuatan bagi pak Basuki, selain kekuatan-kekuatan dari dalam dirinya sendiri; sikap tegas, berani, jujur, dan bersih dari tindak korupsi.
Dengan berbekal massa yang moderat rasionalis ini, Ahok melangkah dengan tenang dan penuh keyakinan serta senyum merekah di sekujur bibirnya pada perhelatan Pilkada DKI 2017. Walaupun beliau tahu, bahwa kelompok moderat rasionalis serta massa pendukung yang ia miliki belumlah cukup untuk memenangkannya pada pemilihan nanti. Karena calon lawan yang Ia hadapi nantinya bukanlah dari kaum minoritas seperti dia, melainkan dari kaum mayoritas. Ini akan  menyulitkan dia untuk bisa menjadi orang nomor satu di DKI pada pemilihan nantinya. Isu SARA bisa saja digunakan oleh lawan politiknya, apalagi isu tentang Agama. Kita ketahui bersama bahwa Agama telah menjadi candu bagi masyarakat, sehingga masyarakat tidak dapat berpikir secara objektif dan rasional, sulit menerima kebenaran dan kebaikan yang datang dari agama atau orang lain yang tidak sekeyakinan. Agama pada umumnya telah melahirkan sikap pasif (hanya menerima) terhadap setiap doktrin yang datang. Dengan demikian agama rentan sebagai penyulut konfik. Inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Ahok. Dalam hal ini ada tiga strategi politik yang mungkin sedang dimainkan oleh Ahok.
Pertama, dengan mengetahui adanya golongan moderat rasionalis yang mendukungnya, Ahok menggunakan strategi melukai diri untuk mendapatkan kepercayaan musuh (orang yang tidak mendukungnya). Sebuah strategi yang bersandar pada proposisi bahwa orang cenderung bersimpati terhadap orang lain yang mengalami kemalangan. Ini bisa kita lihat dari penyebaran video (yang sudah diedit) tentang pernyataan beliau di kepulauan seribu yang mengandung unsur SARA. Video ini sontak menjadi viral di media massa, dan mendapat berbagai beragam tanggapan; kritikan, kecaman, cacian, bahkan sampai pada pelaporan atas tindak pelecehan terhadap agama. Tidak membutuhkan waktu yang lama, video pernyataan pak Ahok versi asli pun diunggah ke dunia maya, sebagai bentuk pembelaan diri dan klarifikasi atas kegaduhan yang telah terjadi. Video versi asli ini seolah mengatakan bahwa Ahok sementara difitnah, ia adalah korban. Juga sekaligus menjadi senjata bagi kaum moderat rasionalis yang sempat bisu akibat video (editan) yang beredar di masyarakat. Semakin yakin dan mantaplah bahwa Ahok adalah korban dari mayoritas atas minoritas.
Kedua, ahok ditantang untuk meminta maaf atas pernyataannya yang menyinggung umat Islam. Inilah strategi kedua yang dimainkan Ahok, menangkap ikan di air keruh. Bahwa dalam keadaan yang kacau atau semrawut, orang-orang kehilangan rasa orientasi mereka dan mengalami kesulitan untuk membedakan yang palsu dari yang asli dan yang baik dari yang buruk. Pada strategi pertama Ahok melukai dirinya untuk menarik simpati lawan (musuh) dan itu dilakukan dengan sempurna oleh beliau. Video versi asli seolah menciptakan (sebagian) rasa benci menjadi empati. Bahkan juga menciptakan kegalauan dalam kubu lawan, galau antara terus membenci atau berempati. Dalam keadaan yang semrawut inilah Ahok tampil sebagai orang yang tidak sepenuhnya bersalah dan meminta maaf. Jangan kita memandang sepeleh permintaan maaf beliau, karena permintaan maaf seorang pejabat adalah senjata yang ampuh untuk mengembalikan kepercayaan terhadapnya serta pemulihan nama baik di mata masyarakat. Hal ini juga ikut mempengaruhi massa pendukung yang sementara galau dalam menentukan sikap. Satu alasan mengapa demikian adalah, karena hanya mereka yang berjiwa besar dan teguhlah yang mampu meminta maaf atas tindakan yang mereka lakukan, apalagi ia tidak sepenuhnya bersalah. Di sinilah jaring pak Ahok akan menangkap ikan-ikan baru untuk dimiliki.
Ketiga, ini adalah hal yang perlu kita waspadai bersama demi menjaga keutuhan NKRI. Negara kesatuan yang dalamnya terhimpun perbedaan baik agama, suku, ras, bahasa, pulau dan lain sebagainya. Riak konflik yang terjadi akibat pernyataan Ahok di kepulauan seribu bisa jadi merupakan politik Adudomba yang coba dimainkan oleh pak Ahok dan mungkin juga oleh orang-orang yang berdiri dibelakangnya. Adu domba dalam kubu mayoritas yang terdiri dari kaum fundamental Islam dan kaum Islam moderat rasional atau antara umat Islam dan umat agama lainnya. Juga kubu mayoritas berdasarkan etnis; Indonesia dan China (Tionghoa). Strategi melukai diri yang sudah saya uraikan di atas sedikit banyak telah membuka peluang ini; ada umat Islam yang pro dan ada pula yang kontra terhadap pak Ahok, serta pernyataan Gubernur Papua yang saya sebutkan di awal tulisan ini adalah seuatu yang bisa dikatakan sebagai akibat dari politik adu domba ini sendiri
Namun, semoga kemungkinan untuk strategi yang ketiga ini tidak terjadi. Dan semoga pak Ahok pun tidak sedang dalam niatan memecahbelah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai bersama ini. Dan mari kita sama-sama menjaga keutuhan dan kedaulatan negara kita tercinta ini dari orang-orang yang ingin meng-adudomba dan menghancurkan negara yang berasaskan Pancasila ini.

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017