Banner 468 x 60px

 

Monday, November 16, 2015

DIALEKTIKA DOA

0 komentar
Doa adalah sebuah bentuk ketidak kuasaannya manusia sebagai makhluk dan kesadaran diri akan ke-Maha Kayanya Tuhan. Doa sebagai prosesi permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan dengan harapan agar terlaksannya permohonan tersebut yang sering diwujudkan melalui ucapan. Doa juga merupakan tanda seorang memiliki keimanan/kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat mystic (Tuhan) bahwa ada sesuatu (Tuhan) diluar dirinya sebagai tempat bergantung atau berlindung.
Doa memposisikan manusia (yang berdoa) berada di bawah kuasa/kendali sang tertuju-nya doa tersebut(Tuhan). Walaupun secara degree/level, kita dapat memposisikan manusia berada di bawah Tuhan jika kita lihat dari satu angle namun pada angle tertentu kita dapat pula memposisikan manusia pada level/degree di atas Tuhan. Atau dengan kata lain, Manusia dapat berada pada posisi di atas Tuhan atau di bawah Tuhan. Secara logika hal ini tak bisa diterima, karena di bawah dan di atas adalah dua hal yang bertentangan satu sama lain. Logika hanya mengakui satu kebenaran dalam artian salah akan menjadi salah dan benar akan menjadi benar, salah dan benar hanya salah satunya yang akan diakui oleh logika. Salah tidak akan = benar, A tidak sama dengan non-A, A hanya akan = A. A hanya akan sama dengan dirinya (A) dan tidak akan sama dengan selain dirinya (-A). Di Atas hanya akan = di Atas dan di bawah hanya akan = di bawah. Di atas tidak akan sama dengan di bawah begitupun sebaliknya. Logika mengatakan sesuatu barang bukanlah lawannya barang itu “ a things is not its opposite”. Begitulah ilmu logika dalam memandang sebuah pertentangan.
Menurut hukum logika maka pernyataan saya di atas bahwa Manusia dapat berada pada posisi di atas Tuhan atau di bawah Tuhan tidak bisa dibenarkan, namun secara dialektika hal ini dapat dibenarkan. Secara dialektika, undang/asas logika dapat gugur. A bisa = -A, A bisa sama dengan selain dirinya. Kita misalkan sebuah kaos, bagian depannya berwarna putih dan bagian belakangnya berwarna hitam. Kalau kita mesti bertanya, maka apakah warna kaos itu jika dilihat dari depan? Tentu jawabnya Putih. Kalau dilihat dari belakang? Tentu jawabannya adalah hitam. Dengan demikian maka pertanyaan kita memperoleh jawaban yang pasti, karena kita hanya menanyakan warna kaos dari satu sudut/arah. Tetapi bagaiman kalau pertanyaan kita adalah secara keseluruhan warna dari kaos tersebut? Bukan warna dari satu arah penglihatan. Maka tidak bisa kita menjawab hanya putih atau hanya hitam saja. Akan tetapi kita mesti menjawab hitam dan putih atau hitam dan bukan hitam, A dan non A. Kita tak bisa pisahkan keduanya/jawaban kembar.
Atau contoh lain dalam dunia matematika misalnya pada hal penjumlahan :
Misalnya 1+1=4-2…(i) dan 1+1=5-3…(ii). Pada penjumlahn ini jelas ruas kanan (hasil) pada (i) dan ruas kanan (hasil) pada (ii) memiliki angka yang berbeda pada (i) kita peroleh angka 2 dan pada (ii) kita peroleh angka (5-3) yang keduanya merupakan penjumlahan dari angka yang sama yaitu 1+1. Secara matematis hasil penjumlahan (i dan ii) tidak ada yang salah karena memiliki makna yang sama yang bila kita kerucutkan maka sampailah kita pada angka dua (2). Tetapi secara hukum logika (hukum identitas) A=A, A/=-A maka jelas hasil penjumlahan (i dan ii) akan tidak sama. Karena identitas 4-2 hanya akan sama dengan 4-2 dan 5-3 hanya akan sama dengan 5-3.
Kembali lagi pada pokok persoalan kita di atas terkait doa yang memposisikan manusia di bawah dan di atas Tuhan.
Pertama, doa adalah bentuk permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, secara tidak langsung memposisikan manusia berada di bawah Tuhan. Manusia sebagai bawahan dan Tuhan sebagai majikan (analogi).
Kedua, pada saat berdoa manusia memanjatkan permintaan dan mengharapkan terlaksana/terkabulnya doa tersebut. Di dalam permintaan (doa) tersebut senantiasa berisi perintah dan harapan terselenggaranya doa tersebut dengan segera. Misalnya salah satu doa yang paling sering diucapkan oleh umat islam saat mendirikan shalat ialah “tunjukilah kami jalan yang lurus”. Kata tunjukilah adalah kata perintah. Maka secara tidak langsung sadar ataupun tidak, manusia telah memposisikan diri di atas Tuhan dengan doa/permintaan yang  berisi perintah. Karena hanya sang tuan-lah yang bisa memberikan perintah kepada hambanya dan manusia melakukan itu pada saat melakukan permohonan/doanya.
Wallahu ‘alam bisshawab.
Read more...

JIHADNYA PARA CALEG

0 komentar
Ada dua indicator mereka tidak sedang bermain-main dalam politik. Pertama mereka rela berkorban begitu banyak uang, keringat dan waktu demi rakyat yang akan mereka pimpin apabila terpilih nanti. Mereka bahkan menerapkan prinsip hidup para sufisme, yakni rela kehilangan harta dunia. Dari mengorbankan uang, menjual rumah, mobil, tanah, toko, perusahan, bahkan ada yang rela berhutang. Mereka bahkan tidak hanya kehilangan harta dunia seperti prinsipnya para sufi, mereka pun ikhlas terkubur oleh puing-puing bangunan hutang yang mereka bangun.  Perjuangan demi rakyat adalah perjuangan yang suci, disini keikhlasan dan cinta dibangun oleh mereka. Bagi mereka harta tidaklah berarti, bahkan nyawapun akan mereka pertaruhkan. Ini terbukti banyak diantara para caleg yang gagal menjadi anggota legislative melakukan bunuh diri. Bagi mereka lebih baik mati dari pada tidak bisa memperjuangkan aspirasi rakyat! Lebih mulia terkubur oleh berkalang tanah, dari pada hidup  tetapi gagal menegakan amanat rakyat.,
Indicator yang kedua adalah kebanyakan mereka bukanlah dari kalangan pengangguran yang tidak berpenghasilan kemudian mengikhtiarkan diri meraih kehidupan yang lebih mapan, atau sekedar meningkatkan karier, akses dan modal. Banyak dari kalangan caleg ini adalah orang-orang yang berpenghasilan, dan rata-rata mereka merupakan orang-oang termasyhur di kalangan masyarakat. Ada yang ulama, artis, professor dan lain sebagainya. Popularitas mereka sangat termasyhur, mereka mempunyai kehidupan yang berkecukupan, sehingga apa yang dimilikinya takan bisa ditambahi apa-apa dengan menjadi anggota legislative.
Jadi, apa yang mereka lakukan adalah sebuah perjuangan yang sacral. Kita mungkin sering mendengar kata jihad,oleh para penganut agama  jihad dijadikan sebagai jalan untuk membela agama tuhannya. Namaun, dikalangan para caleg ini jihad lebih diutamakan untuk kepentingan rakyat. Jihad dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat bagi para caleg adalah suatu bentuk ekspresi dari kesadaran kenegarwanan dan rasa cinta terhadap rakyat yang begitu besar.
Kalau ada orang yang memfitnah, maka ia berdosa dan tidak bisa menghindar dari api neraka. Satu-satunya cara untuk membebaskan mereka dari dosa fitnah adalah mengubah fitnah itu menjadi tuduhan yang mengandung nilai kebenaran. Dan supaya masyarakat terbebas dari keadaan pemfitnah menjadi pengungkap kebenaran maka para caleg itu terpaksa berpamrih, demi masyarakat yang memfitnahnya dari dosa yang membawanya kedalam api neraka. Itulah sebabnya mengapa para caleg yang gagal menjadi anggota legislative meminta kembali uang ataupun harta yang pernah mereka bagikan. Dan ada juga dari mereka yang terpaksa korupsi untuk bisa mengembalikan modalnya sewaktu melakukan kampanye. Ini semua dilakukan demi memerdekakan rakyatnya dari dosa fitnah dan dahsyatnya api neraka. Bagi mereka korupsi adalah salah satu jalan untuk membebaskan rakyat dari bahaya api neraka. Mereka rela menanggung dosa korupsi asalkan rakyatnya selamat.
Memang serba salah dan dilematis kalau sudah bicara pamrih. Mana mungkin hidup tanpa pamrih. Mana mungkin seorang petani padi yang menanam padi tanpa pamrih panen padi dan menanak nasi tanpa pamrih nasi akan matang.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa para caleg ini adalah orang-orang yang memiliki kemurahan hati yang tinggi. Dengan kemurahan hati ini mereka memberikan berbagai macam hal yang merupakan keinginan atau permintaan dari rakyat mulai. Para caleg pun kemudaian merespon dengan memberikan permintaan-permintaan itu baik pemberian secara tetutup maupun secara gamblang. Mereka bukanlah  orang-orang yang mata duitan, yang gila akan harta. Karena, sangat mustahil orang yang gila harta kemudian membagi-bagikan harta kepada orang lain. Apalagi dalam jumlah yang begitu banayk dan melimpah untuk ukuran rakyat kita yang begini banyak.
Semula para caleg memang tulus ikhlas memberikian bantuan, Cuma karena masyarakat banyak yang memfitnah bahwa para caleg itu berpamrih, membagi-bagikan uang dan harta demi memenuhi ambisinya menjadi anggota legislative, maka muncul kemuliana spiritual dari kesadaran batin para caleg itu.
Sunnguh mereka adalah orang-orang yang sangat luar biasa , sangat sedikit jumlah orang di negri kita ini yang betul-betul melakuklan perjuangan seperti ini. Dari ratusan juta warga Negara kita ini mereka berani mencalonkan diri, ini merupakan satu nilai positive yang coba dibangun oleh mereka. Mereka memiliki kekuatan mental yang sangat dahsyat, tidak sembarang orang dapat melakukan hal serupa.
Tetapi, hendaknya kita belajar menyadari bahwa motivasi individu dan egoisme dengan perjuangan social. Meski rakyat mulai membuka diri pada kesadaran bahwa para caleg itu memang berpamrih, tetapi pamrihnya adalah memperjuangkan rakyat, bukan memperjuangkan nasib mereka sendiri.
Warga Negara dan para pemimpin masyrakat yang mencalonkan diri sebgai wakil rakyat atau anggota legislative adalah orang-orang yang memiliki jiwa-jiwa kesatria yang tinggi. Mereka bukanlah orang-orang yang sedang bermain-main di dunia politik yang demokratis.
Read more...

ANJING KECIL dan SANG MAJIKAN

0 komentar
Setelah beberapa hari dikuburkan maka mayat itu kedatangan tamu yang tidak diundang. Si tamu menggaruk-garuk pusara yang masih berwarna merah seperti hendak membongkar pusara itu. Mayat dari dalam pusara itu kemudian terperanjat dari tidurnya lalu mencoba bertanya kepada tamunya. “Siapakah yang menggali kuburku?
Apakah Engkau kekasihku, yang datang kemari untuk menanam bunga kamboja sebagai rasa penghormatan terhadap diriku yang telah pergi meninggalkan Mu?”
Si tamu menjawab: “Bukan!”
Kemudian si tamu menambahkan bahwa kekasihMu sekarang sedang menuju ke pelaminan dengan salah satu orang terkaya di kotanya. Dan setelah itu itu mereka akan pergi berbulan madu ditempat yang belum pernah engaku datangi sewaktu bersama dia.
“Kekasihmu sekarang (setelah engkau meninggal) mengatakan bahwa tidak apa-apa baginya untuk menikah lagi sekarang, toh tidak akan menyakitimu lagi apabila ditinggal kawin lagi. Katanya lagi pula aku masih muda dan masih jelita, sayang aku harus membiarkan keindahan diriku ini memudar dengan sia-sia, serta harus menanggung kesepian ini sampai ajal menjemputku seperti dia menjemputmu saat ini. Ma’af, sebetulnya aku harus berbohong denganmu dalam masalah ini lanjut sang tamu.
Si mayat kemudian bertanya:”Kalau begitu, siapa yang menggali kuburanku ini?
Apakah keluarga dekatku atau kawan karibku?”
Si tamu menjawab:”Oh, bukan”
Kemudian si tamu menambahkan bahwa mereka (keluarga yang ditinggalkan) pada duduk-duduk sambil berpikir. Apa yang ada dalam pikiran mereka adalah bahwa tidak ada gunanya menanam pohon kamboja. Pohon itu akan menghasilkan bunga macam apa? Dilihat dari gundukan tanah merah yang ada, maka tidak ada tanda-tanda yang menyatakan bahwa penanaman pohon di kuburan akan melepaskan nyawa si mayat dari jeratan maut.
Setelah mendengar penjelasan si tamu, maka si mayat mulai agak bingung lalu dia berkata agak marah:”Tapi, betul-betul ada seseorang yang sedang menggali kuburanku.
Apakah musuhku? Kau datang dengan licik, beraninya hanya karena aku sudah mati?”
Si tamu menjawab:”Oh, bukan”.
Kemudian si tamu menambahkan bahwa ketika dia (musuhmu) mendengar khabar akan kematianmu yang akan lambat laun menghancurkan seluruh tulang belulangmu, dia berpikir bahwa kamu tidak lagi merupakan penyebab kemarahannya dan dia tidak peduli di mana kamu dikuburkan. Dia berpikir biarlah tanah dan ulat-ulat yang akan mengahncurkanmu, tak perlu harus bersusah payah membongkar kuburanmu dan manghancurkanmu.
Mendengar penjelasan dari si tamu, maka si mayat mulai gusar. Dia kira yang datang adalah kekasihnya yang pada waktu masih hidup bersama, katanya sehidup semati, tetapi ternyata yang datang bukan kekasihnya. Lalu dia berpikir bahwa yang datang adalah kaum kerabatnya yang pada waktu hidup mereka sangat menyayangi karena masih ada hubungn darah dan ikatan persahabatan, ternyata bukan. Dalam kegalauannya dia berpikir bahwa yang datang itu adalah musuhnya, yang akan memeranginya dan dia tentu kalah karena ketidakberdayaannya di alam kubur, ternyata yang datang juga bukan musuhnya. Lalu dia berkata:” Baiklah kalau begitu, siapa yang sedang menggali kuburanku, mengaku saja karena aku sudah tidak mampu lagi menebaknya aku sudah tidak mampu lagi atas diriku.”
Si tamu lalu menjawab:” Ini aku tuanku, anjing kecilmu yang masih hidup di sekitar sini, dan aku sangat berharap kedatanganku ke sini tidak mengganggu istirahatmu.”
Mendengar penjelasan tamunya (anjing kecil), si mayat mulai lega hatinya. Dia tidak mengira bahwa yang datang (memberi penghormatan pada si mayat) adalah hanya seekor anjing piaraannya, bukan manusia yang diharapkan akan memperhatikannya walaupun sudah meninggal, malah ternyata hanya seekor anjing yang masih hidup yang semasa hidupnya telah saling tolong menolong bagaikan manusia. Si mayat berpikir bahwa betapa setianya anjing kecil ini, melebihi kesetiaan manusia (kekasih, kerabat, dan bahkan musuh).
Si tamu (anjing kecilnya) lalu berkata:”Tuanku, aku menggali kuburmu untuk mengubur sepotong tulang, kalau-kalau saya lapar pas kebetulan lewat tempat ini pada saat saya jalan-jalan pagi hari. Sekali lagi ma’af Tuanku, saya lupa kalau ini adalah kuburan Tuanku tempat Tuanku istirahat”.
Setelah tahu bahwa bukan manusia yang menggali kubur, si mayat memuji bahwa ternyata hewan lebih setia dari pada manusia, tetapi kenyataanya anjing tadi bukan karena kesetiaan, tetapi seperti layaknya anjing yang lain yaitu menyimpan makanan jika nanti terasa lapar, kebetulan tempatnya adalah di kuburan tuannya, yang kebetulan dia juga lupa akan hal itu.
Sekian dan terimah kasih, semoga kita dapat memetik hikmah dari sekilas cerita diatas. Walupun ceritanya hanya sekedar bualan pikiran tanpa berdasar realita.
Read more...

Merekonstruksi Kehidupan Masyarakat Indonesia Yang Plural

0 komentar
Sekali lagi di timur matahari negri kita menyita perhatian segenap penjurunya. Aksi pembakaran rumah ibadah umat islam ditengah semarak perayaan HUT idul fitri 1436 H di Karubaga, Tolikara, Papua, yang disinyalir dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Konflik Tolikara mengundang segenap perhatian tertuju pada tanah papua yang hampir terlupakan oleh para pemimpin bangsa ini. Padahal masyarakat Papua terkenal sangat toleran terlebih dalam interaksi beragama.
Seakan tak mau kalah dari tanah Papua Tlepok Wetan, Grabag, Purworejo pintu Gerejanya dibakar. Tidak hanya di Tolikara, dan Purworejo, Gereja Baptis Indonesia yang terletak di dusun Saman, Desa Bangungharjo, Sewon, Bantul juga dibakar. Aksi pembakaran di Purworejo dan Bantul ini diduga kuat sebagai imbas dari insiden penyerangan umat Islam di Tolikara.
Seakan tindakan balasan itu dilakukan oleh umat Islam, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyebut tindakan intimidasi terhadap gereja tersebut adalah tindakan balas dendam ala timur tengah. Kendati pelaku intimidasi belum diketahui, baik orangnya, agama maupun motif dari tindakannya tersebut. Apakah tindakan intimidasi gereja tersebut dilakukan sebagai bentuk causalitas dari tindakan sebelumnya di Tolikara dan di lakukan oleh pihak Islam ataukah tindakan intimidasi gereja itu dilakukan oleh pihak tertentu yang coba memanfaatkan konstalasi sosial yang sedang berkecamuk di negri ini.
Aksi pembakaran tempat ibadah di sejumlah tempat di negri ini seolah menjadi cambuk api bagi segenap eleman bangsa ini terkhusus para aparatur Negara. Membuka mata dan cakrawala kita akan kehidupan pluralis negri ini yang perlu kita kaji secara bersama kembali dan kita benahi lagi. Untuk itu maka perlu melakukan reinterpretasi akan pesan-pesan agama dan nilai-nilai kemanusiaan menjadi sangat diperlukan demi menjaga kestabilan bangsa yang penuh dengan kebhineka-an dan ketunggal ika-an ini.
Dalil-dalil normatif yang ada dalam teks suci setiap agama harus didobrak (di-break down) dalam bentuk teori-teori sosial yang dapat diaplikasikan. Atau lebih tepatnya harus dikontekstualisasikan agar befungsi historis, up to date, dan membumi. Di sini para ulama, pastor, pendeta, atau para pemuka agama sangat dibutuhkan dalam melakukan reinterpretasi terkait hal ini. Di sini para pemuka agama memiliki peran penting agar pesan-pesan dari teks-teks suci dapat berfungsi sesuai kultur dan budaya masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Para pemuka agama diharapkan berperan langsung dalam melakukan pencerahan kepada masyarakat melalui upaya reinterpretasi pesan-pesan agama, sehingga pesan-pesan berfungsi sebagaimana mestinya (menjadi fungsional) serta ajaran keadilan, toleransi, dan cinta kasih yang terkandung di dalam agama menjadi implementatif dan integratif dalam  kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia.
Dengan demikian agama selayaknya berfungsi menafsirkan kenyataan hidup dan mengarahkan pada kerukunan antar sesama; artinya agama memiliki fungsi interpretatif dan fungsi etis. Dalam perspektif ini, agama tidak hanyut dan tenggelam dalam politik dan politik pun tidak memperalat agama. Fungsi interpretatif dan etis hanya mungkin dijalankan kalau agama dan politik tidak dicampuradukkan, dalam artian saling memperalat satu sama lain dalam mencapai suatu tujuan yang merugikan. Dalam situasi yang seperti itu, interaksi antaragama dan politik akan menekankan dinamisme dan perubahan yang dituju sehingga kehidupan bersama akan lebih manusiawi karena lebih merdeka dan lebih adil.
Di dalam kehidupan yang plural ini, memang sangat sulit ter-elakan terjadi konflik antar pemeluk agama karena kondisi ini (konflik) adalah bagian yang tak terpisahkan dari dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak dihuni oleh satu kelompok manusia.  Konflik dalam masyarakat plural sebenarnya tidak hanya terjadi lantaran perbedaan agama saja, tetapi juga terjadi antar orang atau kelompok dengan agama yang sama. Sering kita menemukan dalam masyarakat yang plural dimana sesama  pemeluk agama saling mengolok, menghina bahkan saling membantai dan membunuh lantaran terdapat perbedaan-perbedaan diantara mereka sekalipun perbedaan-perbedaan itu hanya berada pada wilayah furu’ yakni perbedaan-perbedaan yang walaupun penting adanya namun hal itu bukan menjadi prinsip dan tidak mendasar serta tidak fundamental karena bukan merupakan akidah dalam keberagamaan. Perbedaan-perbedaan yang semestinya perlu untuk bisa ditolerir sebagai bentuk kamajemukan dalam suatu kepercayaan. Oleh karena itu, maka kerukunan yang perlu dibangun bukan hanya kerukunan antaragama, melainkan juga kerukunan antarorang atau kelompok dalam agama yang sama.
Dalam kehidupan beragama yang pluralistis di seperti Negara kita ini, mantan aktivis HMI kakanda Nurcholish Madjid melihat bahwa nilai tinggi yang dipilih adalah kebebasan atau kemerdekaan, suatu nilai yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Persoalan yang muncul ketika terjadi konflik baik antaragama, maupun antarorang atau kelompok dengan agama yang sama adalah adakah nilai kebebasan dan nilai kemerdekaan ditegakan disekitar konflik tersebut. Sebab, ternyata kemerdekaan menyangkut rasa keadilan yang juga melindungi keluhuran martabat manusia dalam menyelenggarakan kehidupan bersama.
Dengan memperhatikan persoalan di atas, tampaknya konflik berwajah agama perlu dilihat dalam kaitan-kaitan politis, ekonomi atau sosial budaya. Apabila benar bahwa konflik itu murni konflik agama, maka masalah kerukunan sejati tetap hanya dapat dibangun atas dasar nilai-nilai keadilan, kebebasan dan hak asasi manusia yang menyentuh keluhuran martabat manusia. Makin dalam rasa keagamaan, makin mendalam pula rasa keadilan dan kemanusiaan, seperti itulah yang mesti terjadi. Kalau tidak demikian maka keberagamaan kita perlu dipertanyakan kembali.
Langkah bijaksana bagi bagi setiap umat beragama adalah belajar dari kenyataan sejarah, yaitu sejarah yang mendorong terwujudnya masyarakat plural dan integratif. Oleh karena itu, agenda yang perlu dirumuskan oleh umat beragama untuk mengatasi konflik-konflik berwajah agama adalah mengubah pluralism sebagai ideology dalam kehidupan konkrit sebagaimana semboyan bangsa ini Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi satu.
Pihak Pemerintah diharapkan dapat secepatnya mengembalikan keadaan negri ini yang sudah condong pada tindakan anarkis antar umat beragama. Pemerintah sebagai lemabaga formal dan juga para pemuka agama dapat memainkan peranan penting menstabilkan kembali negri ini akibat ulah oknum-oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab agar insiden-insiden ini tidak merambat kemana-mana. Yang pada akhirnya menghancurkan kerukunan dan persatuan bangsa yang plural dalam bingkai kesatuan Republik Indonesia.
Read more...

Bulan Ramadhan Bulan Sosial

0 komentar
Ramadhan adalah bulan ke sembilan dalam kalender Islam (hijriyah). Ramadhan artinya pembakaran. Selain dikarenakan iklim yang panas di wilayah arab dan sekitarnya pada bulan ini sehingga dikatakan ramadhan bulan pembakaran (secara lahiriah), bulan ramadhan juga dikatakan bulan pembakaran karena pada bulan ini orang-orang yang menjaga puasanya selama sebulan penuh, dosa-dosanya akan dibakar hingga habis yang pada akhirnya di tanggal satu syawal orang-orang tersebut akan keluar seperti bayi yang baru dilahirkan karena terbebas dari dosa yang lalu.
Ada sebuah fenomena yang menarik di dalam bulan ini, terutama di Indonesia yang tidak terjadi atau ditemukan di bulan lainnya.  Yakni, fenomena keakraban sosial atau kekeluargaan, begitu kuat yang tadinya di bulan lain sangat sulit kitas jumpai. Ini dapat kita lihat dari beberapa hal, diantaranya :
Pertama, jumlah jamaah yang ikut shalat di masjid bertambah. Baik itu shalat subuh, dhuhur, ashar, magrib, isya dan puncaknya pada shalat tarwih dan witir bahkan pada saat ini di beberapa masjid yang kapasitasnya kecil terpaksa menggunakan halamnya untuk shalat. Interaksi sosial tercipta ketika jamaah shalat saling bersalam sapa satu sama lain bahkan saling mengenal antara satu dengan yang lainnya. Banyaknya jamaah dan tiap shaf shalat yang diciptakan sebagai lambang persatuan dan kekuatan umat yang kokoh adalah salah satu contoh penghilangan ego individu saat melebur dalam komunitas sosial.
Kedua, berbuka puasa bersama. Sudah menjadi salah satu kebiasaan umat Islam di Indonesia mengadakan buka puasa bersama baik itu di masjid-masjid, tempat kerja, panti-panti asuhan maupun di tempat-tempat umum lainnnya. Sekelompok orang mempersiapkan menu berbuka untuk berbuka bersama. Hal ini menciptakan nuansa kekeluargaan yang terjalin di antara kaum muslimin. Adanya rasa ingin memberi dan membagi apa yang dimiliki untuk dinikmati bersama setelah sehari menjalankan ibadah puasa adalah wujud kepekaan/kepeduian sosial yang besar antar sesama.
Ketiga, tradisi tadarusan. Tadarus menjadi rutinitas tiap datangnya ramadhan, selain puasa, dan tarwih. Tadarus menjadi wadah saling membagi pemahaman membaca al-quran antara satu sama lain. Saling menegur ketika terjadi kesalahan membaca menunjukan adanya proses dan I’tikad baik untuk sama-sama mencapai kebenaran dan kebaikan bersama. Sebuah kebenaran dan kebaikan yang berdasarkan hukum-hukum bacaan alquran yang ada. Sebuah kebenaran dan kebaikan pula yang bersumber dari al-quran sebagai tuntunan hidup manusia dan rasulullah Muhammad sebagai uswatun hasanah. Selain tadarus sebagai lokus saling mengingatkan dalam hal kebenaran, tadarus juga menjadi wahana komunikasi yang sangat baik. Yang membaca bisa kita artikan orang yang sedang berbicara dan yang lainnya sebagai pendengar dan pengoreksi. Ini amatlah penting di dalam kehidupan sosial dimana kita perlu mendengarkan apa yang disampaikan orang lain, adalah sebuah bentuk komunikasi yang baik yang perlu diterapkan dalam hidup demi mencapai kerukunan bersama.
Selain tiga fenomena yang bersifat sunnah diatas sesungguhnya ramadhan juga menghadirkan ibadah wajib yang menjadi ruh dari bulan ramdhan yang memiliki dampak sosial begitu besar bahkan dari ibadah wajib ini pula terlahir tiga fenomena sunnah di atas.
Yakni, Puasa ramadhan. Puasa ramdhan adalah puasa wajib sebulan penuh bagi umat Islam selama tidak ada hal yang melarangnya berpuasa sesuai tuntunan syar’i.  Puasa bukanlah aktifitas ritual yang ditempatkan dalam doktrin formal yakni menahan makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkannya sepanjang hari. Wilayah garapan puasa pada dasarnya memang merupaakan kewajiban individu kepada Tuhan, namun juga memiliki dampak sosial yang kuat. Ini dapat kita lihat dari beberapa hikmah dari ibadah puasa itu sendiri diantaranya sebagai berikut:
Pertama, Puasa mengajarkan kita untuk turut merasakan lapar dan dahaga fakir miskin di bulan-bulan lainnya. Bahkan bagi orang orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak dapat menjalankan ibadah puasa diwajibkan baginya memberi makan fakir miskin.
Kedua, Puasa mengajarkan kita untuk mengendalikan emosi dan berjiwa sabar sehingga akan tercipta kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ketiga, Puasa juga mengajarkan kita senantiasa berlomba-lomba berbuat baik sehingga akan tercipta suatu tatanan kehidupan yang beradab dan bermatabat.
Keempat, Puasa menjadikan pribadi yang jujur, karena puasa merupakan suatu ibadah yang berdimensi kerahasiaan/keprivatan yang amat kuat antara sang hamba sang sang khalik. Boleh kita katakana puasa merupakan sarana pendidikaan tanggung jawab maka diperlukan sikap jujur dalam menjalankannya. Kejujuran dalam menjalankan ibadah puasa ini menjadi modal penting dalam membangun relasi dalam kehidupan, juga menjadi modal utama dari sebuah kepercayaan.
Kelima, Puasa meredam nafsu buruk manusia. Dimana nafsu buruk ini dapat merusak sendi kehidupan sosial, dan menjadikan jiwa yang tidak baik. Puasa hadir sebagai suatau cara yang sangat efektiv dalam mencegah berbagai macam keburukan yang akan timbul akibat nafsu buruk manusia ini.
Selain puasa ramadhan ada juga kewajiban lain yang hanya ada di dalam bulan ramadhan adalah mengeluarkan zakat fitrah. Seperti diketahui fitrah merupakan konsep kesucian asal pribadi manusia yang memandang bahwa setiap individu dilahirkan dalam keadaan suci bersih. Karena itu zakat fitrah merupakan kewajiban pribadi berdasarkan kesucian, namun memiliki konsekuensi sosial yang besar.  Sebab, zakat seperti halnya sedekah pertama-tama dan terutama diperuntukan buat fakir miskin dan orang-orang yang mengalami kesulitan hidup serta beberapa sasaran zakat lainnya yang kesemuanya itu adalah untuk kepentingan umum misalnya sasaran amil zakat, ibnu sabil, kaum muallaf  dan kepentingan umat secara keseluruhan.
Itulah beberapa implikasi dari ibadah-ibadah di dalam bulan ramadhan bagi terbentuknya tatanan sosial masyarakat yang jika diterapkan pada bulan-bulan di luar bulan ramdhan maka suatu peradaban besar dengan tatanan sosial yang sehat akan segera terbentuk. Namun, nilai nilai yang ada di dalam bulan ramadhan hanya berakhir sampai pada tanggal satu syawal setelah perayaan idul fitri. Nilai nilai yang diharapkan bisa diejewantahkan demi terbentuknya kehidupan sosial yang lebih baik ternyata hanya sebatas harapan dan hanya dimiliki pada bulan ramadhan saja.
Read more...

KEBENARAN TAK SELALU MENANG

0 komentar
Kita tidak sedang hidup di dunia komik, atau film Hollywood ataupun dunia sinetron. Yang mana, setiap yang benar akan selalu menang di penghujung cerita.  Kehidupan yang kita jalani ini adalah bukan di dalam sebuah dunia  yang penuh angan-angan atau sebuah dongeng, melainkan sebuah dunia yang real dan benar-benar nyata. Tidak semua impian manis, yang kita inginkan akan berbuah kenyataan yang manis pula. Terkadang impian manis akan berbuah kenyataan yang pahit bahkan lebih pahit dari cairan empedu.
Kita sedang menjalani hidup di dunia yang nyata, bukan di surge. Di dunia yang nyata, keadilan, kejujuran, ataupun kebaikan tidak selalu menang. Yang menang adalah pihak yang berjumlah lebih banyak dan pihak yang memiliki kekuatan yang besar, semacam hukum rimba. Itulah dunia nyata. Yang kuat, yang banyak, yang licik, dan yang pandai lah yang menjadi pemenang.
Kita dapat melihat betapa banyak orang baik, orang jujur, orang yang berlaku benar, dan orang yang taat pada ajaran agama namun mereka selalu tertindas. Banyak orang-orang besar yang munafik, berbuat curang, menggunakan segala daya dan kekuatan untuk memperoleh kekayaan dan kekuasaan baik melalui jalan yang halal maupun tidak halal. Dunia yang kita jalani ini tidak berlaku hukum-hukum seperti yang ada di dalam cerita dongeng. Kebaikan dapat dikalahkan oleh keburukan yang terorganisir secara sistematis dan baik.
Banyak contoh telah berlalu, mengajari kita bahwa kebaikan dan kebenaran tak selamanya menjadi pemenang atas kejahatan dan keburukan. Perlawanan para leluhur kita yang berjuang melawan sebuah tatanan kehidupan sebagai manusia yang terjajah di negri sendiri oleh bandit-bandit belanda selalu menemui jalan kekalahan adalah sebuah contoh kebenaran yang tidak menang atas kejahatan. Contoh lain ialah bagaimana warga palestina yang hidupnya dahulu rukun dan damai kini selalu dihanatui ribuan rudal Israel yang siap merenggut nyawa mereka kapanpun tanpa mereka sadari. Jelas tindakan Israel atas warga palestina adalah suatu tindak kejahatan, namun apakah mereka mendapat hukuman yang setimpal atas tindakan mereka.? Jawabannya tidak.!!
Mungkin kita bertanya, kalau begitu tidak ada gunanya juga kita berbuat baik dan benar.?
Jawabannya mungkin.
Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan dianugerahi hak yang teramat istimewah yakni kebebasan dalam bertindak. Dengan anugerah kebebasan, manusia dapat bertindak memilih jalan hidup yang sesuai untuk dijalani. Dengan kebebasan manusia berbuat baik ataupun buruk tergantung pilihannya. Walaupun pada akhirnya, kebenaran tidak selalu menang seperti akhir dari sebuah sinetron, akan tetapi bagi kita yang beriman dan bertuhan kita yakin bahwa kehidupan di dunia bukan akhir dari perjalanan kita. Kehidupan di dunia ibarat sebuah bahtera yang akan mengantarkan kita pada kehidupan selanjutnya. Di kehidupan yang selanjutnya inilah kebaikan dan kebenaran akan diputuskan dengan seadil-adilnya. Di sana, segala kebaikan dan kebenaran akan diganjar dengan pahala yang pantas, dan segala keburukan dan kejahatan akan diganjar dengan hukuman yang pantas pula. . Terkadang kebaikan harus menunggu waktu yang lama, agar dia bisa menjadi terkuak. Seperti kebenaran mengenai teori heliosentri, membuthkan waktu yang lama agar bisa diterima kebenarannya. Mungkin begitu juga pada akhirnya kebaikan dan kebenaran yang diinginkan oleh kaum agamais menjadi nyata, di suatu masa nanti.
Oleh karena itu, janganlah khawatir untuk berbuat atau mempertahankan kebenaran jika di dalam diri kita ada keyakinan akan kehidupan selanjutnya di mana kebaikan dan keburukan akan terkuak dengan sejelas-jelasnya.
Read more...
 
ZN _ LEFOKISSU © 2017