Banner 468 x 60px

 

Monday, November 16, 2015

DIALEKTIKA DOA

0 komentar
Doa adalah sebuah bentuk ketidak kuasaannya manusia sebagai makhluk dan kesadaran diri akan ke-Maha Kayanya Tuhan. Doa sebagai prosesi permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Tuhan dengan harapan agar terlaksannya permohonan tersebut yang sering diwujudkan melalui ucapan. Doa juga merupakan tanda seorang memiliki keimanan/kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat mystic (Tuhan) bahwa ada sesuatu (Tuhan) diluar dirinya sebagai tempat bergantung atau berlindung.
Doa memposisikan manusia (yang berdoa) berada di bawah kuasa/kendali sang tertuju-nya doa tersebut(Tuhan). Walaupun secara degree/level, kita dapat memposisikan manusia berada di bawah Tuhan jika kita lihat dari satu angle namun pada angle tertentu kita dapat pula memposisikan manusia pada level/degree di atas Tuhan. Atau dengan kata lain, Manusia dapat berada pada posisi di atas Tuhan atau di bawah Tuhan. Secara logika hal ini tak bisa diterima, karena di bawah dan di atas adalah dua hal yang bertentangan satu sama lain. Logika hanya mengakui satu kebenaran dalam artian salah akan menjadi salah dan benar akan menjadi benar, salah dan benar hanya salah satunya yang akan diakui oleh logika. Salah tidak akan = benar, A tidak sama dengan non-A, A hanya akan = A. A hanya akan sama dengan dirinya (A) dan tidak akan sama dengan selain dirinya (-A). Di Atas hanya akan = di Atas dan di bawah hanya akan = di bawah. Di atas tidak akan sama dengan di bawah begitupun sebaliknya. Logika mengatakan sesuatu barang bukanlah lawannya barang itu “ a things is not its opposite”. Begitulah ilmu logika dalam memandang sebuah pertentangan.
Menurut hukum logika maka pernyataan saya di atas bahwa Manusia dapat berada pada posisi di atas Tuhan atau di bawah Tuhan tidak bisa dibenarkan, namun secara dialektika hal ini dapat dibenarkan. Secara dialektika, undang/asas logika dapat gugur. A bisa = -A, A bisa sama dengan selain dirinya. Kita misalkan sebuah kaos, bagian depannya berwarna putih dan bagian belakangnya berwarna hitam. Kalau kita mesti bertanya, maka apakah warna kaos itu jika dilihat dari depan? Tentu jawabnya Putih. Kalau dilihat dari belakang? Tentu jawabannya adalah hitam. Dengan demikian maka pertanyaan kita memperoleh jawaban yang pasti, karena kita hanya menanyakan warna kaos dari satu sudut/arah. Tetapi bagaiman kalau pertanyaan kita adalah secara keseluruhan warna dari kaos tersebut? Bukan warna dari satu arah penglihatan. Maka tidak bisa kita menjawab hanya putih atau hanya hitam saja. Akan tetapi kita mesti menjawab hitam dan putih atau hitam dan bukan hitam, A dan non A. Kita tak bisa pisahkan keduanya/jawaban kembar.
Atau contoh lain dalam dunia matematika misalnya pada hal penjumlahan :
Misalnya 1+1=4-2…(i) dan 1+1=5-3…(ii). Pada penjumlahn ini jelas ruas kanan (hasil) pada (i) dan ruas kanan (hasil) pada (ii) memiliki angka yang berbeda pada (i) kita peroleh angka 2 dan pada (ii) kita peroleh angka (5-3) yang keduanya merupakan penjumlahan dari angka yang sama yaitu 1+1. Secara matematis hasil penjumlahan (i dan ii) tidak ada yang salah karena memiliki makna yang sama yang bila kita kerucutkan maka sampailah kita pada angka dua (2). Tetapi secara hukum logika (hukum identitas) A=A, A/=-A maka jelas hasil penjumlahan (i dan ii) akan tidak sama. Karena identitas 4-2 hanya akan sama dengan 4-2 dan 5-3 hanya akan sama dengan 5-3.
Kembali lagi pada pokok persoalan kita di atas terkait doa yang memposisikan manusia di bawah dan di atas Tuhan.
Pertama, doa adalah bentuk permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, secara tidak langsung memposisikan manusia berada di bawah Tuhan. Manusia sebagai bawahan dan Tuhan sebagai majikan (analogi).
Kedua, pada saat berdoa manusia memanjatkan permintaan dan mengharapkan terlaksana/terkabulnya doa tersebut. Di dalam permintaan (doa) tersebut senantiasa berisi perintah dan harapan terselenggaranya doa tersebut dengan segera. Misalnya salah satu doa yang paling sering diucapkan oleh umat islam saat mendirikan shalat ialah “tunjukilah kami jalan yang lurus”. Kata tunjukilah adalah kata perintah. Maka secara tidak langsung sadar ataupun tidak, manusia telah memposisikan diri di atas Tuhan dengan doa/permintaan yang  berisi perintah. Karena hanya sang tuan-lah yang bisa memberikan perintah kepada hambanya dan manusia melakukan itu pada saat melakukan permohonan/doanya.
Wallahu ‘alam bisshawab.

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017