Doa adalah sebuah bentuk ketidak
kuasaannya manusia sebagai makhluk dan kesadaran diri akan ke-Maha Kayanya
Tuhan. Doa sebagai prosesi permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada
Tuhan dengan harapan agar terlaksannya permohonan tersebut yang sering diwujudkan
melalui ucapan. Doa juga merupakan tanda seorang memiliki keimanan/kepercayaan
terhadap sesuatu yang bersifat mystic (Tuhan) bahwa ada sesuatu (Tuhan) diluar
dirinya sebagai tempat bergantung atau berlindung.
Doa
memposisikan manusia (yang berdoa) berada di bawah kuasa/kendali sang
tertuju-nya doa tersebut(Tuhan). Walaupun secara degree/level, kita dapat
memposisikan manusia berada di bawah Tuhan jika kita lihat dari satu angle
namun pada angle tertentu kita dapat pula memposisikan manusia pada
level/degree di atas Tuhan. Atau dengan kata lain, Manusia dapat berada pada
posisi di atas Tuhan atau di bawah Tuhan. Secara logika hal ini tak bisa
diterima, karena di bawah dan di atas adalah dua hal yang bertentangan
satu sama lain. Logika hanya mengakui satu kebenaran dalam artian salah akan
menjadi salah dan benar akan menjadi benar, salah dan benar hanya salah satunya
yang akan diakui oleh logika. Salah tidak akan = benar, A tidak sama dengan
non-A, A hanya akan = A. A hanya akan sama dengan dirinya (A) dan tidak akan
sama dengan selain dirinya (-A). Di Atas
hanya akan = di Atas dan di bawah hanya akan = di bawah. Di atas tidak akan sama dengan
di bawah begitupun sebaliknya. Logika mengatakan sesuatu barang bukanlah
lawannya barang itu “ a things is not its opposite”. Begitulah ilmu logika
dalam memandang sebuah pertentangan.
Menurut
hukum logika maka pernyataan saya di atas bahwa Manusia dapat berada pada
posisi di atas Tuhan atau di bawah Tuhan tidak bisa dibenarkan, namun secara
dialektika hal ini dapat dibenarkan. Secara dialektika, undang/asas logika
dapat gugur. A bisa = -A, A bisa sama dengan selain dirinya. Kita misalkan
sebuah kaos, bagian depannya berwarna putih dan bagian belakangnya berwarna
hitam. Kalau kita mesti bertanya, maka apakah warna kaos itu jika dilihat dari
depan? Tentu jawabnya Putih. Kalau dilihat dari belakang? Tentu jawabannya
adalah hitam. Dengan demikian maka pertanyaan kita memperoleh jawaban yang
pasti, karena kita hanya menanyakan warna kaos dari satu sudut/arah. Tetapi
bagaiman kalau pertanyaan kita adalah secara keseluruhan warna dari kaos
tersebut? Bukan warna dari satu arah penglihatan. Maka tidak bisa kita menjawab
hanya putih atau hanya hitam saja. Akan tetapi kita mesti menjawab hitam dan
putih atau hitam dan bukan hitam, A dan non A. Kita tak bisa pisahkan
keduanya/jawaban kembar.
Atau
contoh lain dalam dunia matematika misalnya pada hal penjumlahan :
Misalnya
1+1=4-2…(i) dan 1+1=5-3…(ii). Pada penjumlahn ini jelas ruas kanan (hasil) pada
(i) dan ruas kanan (hasil) pada (ii) memiliki angka yang berbeda pada (i) kita
peroleh angka 2 dan pada (ii) kita peroleh angka (5-3) yang keduanya merupakan
penjumlahan dari angka yang sama yaitu 1+1. Secara matematis hasil penjumlahan (i
dan ii) tidak ada yang salah karena memiliki makna yang sama yang bila kita
kerucutkan maka sampailah kita pada angka dua (2). Tetapi secara hukum logika
(hukum identitas) A=A, A/=-A maka jelas hasil penjumlahan (i dan ii) akan tidak
sama. Karena identitas 4-2 hanya akan sama dengan 4-2 dan 5-3 hanya akan sama
dengan 5-3.
Kembali
lagi pada pokok persoalan kita di atas terkait doa yang memposisikan manusia di
bawah dan di atas Tuhan.
Pertama,
doa adalah bentuk permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, secara tidak
langsung memposisikan manusia berada di bawah Tuhan. Manusia sebagai bawahan
dan Tuhan sebagai majikan (analogi).
Kedua,
pada saat berdoa manusia memanjatkan permintaan dan mengharapkan
terlaksana/terkabulnya doa tersebut. Di dalam permintaan (doa) tersebut
senantiasa berisi perintah dan harapan terselenggaranya doa tersebut dengan
segera. Misalnya salah satu doa yang paling sering diucapkan oleh umat islam
saat mendirikan shalat ialah “tunjukilah
kami jalan yang lurus”. Kata tunjukilah
adalah kata perintah. Maka secara tidak langsung sadar ataupun tidak,
manusia telah memposisikan diri di atas Tuhan dengan doa/permintaan yang berisi perintah. Karena hanya sang tuan-lah
yang bisa memberikan perintah kepada hambanya dan manusia melakukan itu pada saat
melakukan permohonan/doanya.
Wallahu
‘alam bisshawab.
0 komentar:
Post a Comment