Banner 468 x 60px

 

Tuesday, August 9, 2016

PERTARUNGAN

0 komentar
Ada orang yang selalu dandan mati-matian di saat menghadiri sebuah kondangan/acara. Tak jarang pakaian yang memang jarang bahkan belum pernah dipakai  dikenakan. Wajahnya pun seketika dirubah menjadi orang lain (di make-up, make-over, make-gincu, make-wangi dlsb; heheheee). Ketika ditanya apa motif dibalik penyamarannya, dengan mantap dia menjawab: “biar saya terlihat paling cantik dan menawan di acara tersebut”.
Ada siswa yang selalu duduk di bagian paling dekat dengan pintu kelas. Ketika ditanya apa alasannya, dengan semangat ia menjawab: “bukankah saya akan keluar lebih dahulu saat istrahat/pulang”.
Menggelikan bukan? Anda merasa memenangkan pertarungan pada sesuatu yang tidak diperlombakan. Memang, anda akan terlihat paling menawan bahkan menjadi penghangat mata para undangan karena semua pandangan akan tertuju pada anda. Tetapi di sini anda mengikuti acara pernikahan, bukan mengikuti acara Cari Jodoh, eits maksudnya konteks Kecantikan/Mode Show. Anda juga mungkin akan keluar ruangan lebih dahulu ketimbang teman-teman anda, namun apakah teman-teman anda itu merasa kalah saat mereka keluar setelah anda? Toh, mereka biasa-biasa saja; tidak merasa rugi.
Begitulah kadang-kadang kita memaknai hidup ini. Hidup jelas sebuah pertarungan dan perjuangan. Tapi sekali lagi kita berjuang dan bertarung pada sesuatu yang memang kita berada di lintasan kompetisi kehidupan; bukan hidup dalam imajinasi sebuah kompetisi. Ada juga yang merasa kalah hanya karena berasal dari etnik tertentu. Ada yang merasa tersinggung kalau tidak diminta duduk paling depan dalam sebuah acara. Ada yang merasa jumawa kalau bisa berfoto atau bersalaman dengan pejabat. Ada yang bertarung mengejar pengakuan orang lain akan kehebatan dirinya. Ada yang tidak bisa tidur kalau dia masih jomblo, sementara kawan-kawannya sudah menikah semua; nah yang ini salah satu yang paling menakutkan.
Merasa menang pada sesuatu yang tidak diperlombakan itu adalah sebuah tragedi. Dan sejujurnya, mayoritas dari kita,  seperti orang yang hadir di pesta kondangan/siswa di atas, padahal orang lain bahkan merasa peduli pun tidak
Kalau kita harus bertarung dalam kompetisi kehidupan, pilihlah medan pertempuran yang memang pantas dan layak kita perjuangkan. Keliru dalam memaknai sebuah pertarungan akan menghabiskan energi dan sumber daya yang kita miliki. Capekkkk dehhh….
Dan anda bisa bayangkan sendiri akibat yang ditimbulkan; bukan saja pada pertempuran sesungguhnya yang membuat si kalah menjadi iri hati, hasud, dengki, menebar fitnah dan sederet kroni-kroninya. Dan bagi yang menang pun tak kalah jeleknya; arogansi, sombong, jumawa beserta sekutu-sekutunya pula.
Oleh karena itu, kita mesti merekonstruksi medan peperangan/peretmpuran kita; memetakan titik-titik vital mana yang perlu kita serang!
Seorang kawan berkata; “saya tidak iri hati kalau orang lain kaya raya, tapi saya jelas iri hati kalau orang lain dikaruniai kesehatan dan saya terus sakit-sakitan”. Nah, bertarung menjaga kesehatan itu jelas dan nyata. Ia jauh lebih berharga ketimbang harta benda.
Boleh jadi ada yang berkata; “saya senang saja melihat anak orang lain meraih juara ini-itu, dan tidak masalah prestasi anak saya biasa saja di sekolahnya, buat saya anak saya taat aturan dan jujur dalam setiap usahanya”. Nah, mengajarkan kejujuran pada anak itu sebuah pertarungan yang luar biasa tetapi jika berhasil maka itu akan menjadi bekal yang amat berharga melebihi hafalannya pada rumus, angka dan teks.
“saya tidak panas hati melihat tetangga saya bolak-balik umrah, tetapi saya akan merana kalau hidup saya tidak bermanfaat bagi sesama”. Begitu ujar kawan yang lain. Nah, ke tanah suci bukan sesuatu yang harus diperlombakan. Orang terbaik, sabda kanjeng Nabi Muhammad SAW, adalah orang yang bermanfaat bagi orang yang lain.
Ada yang berkata; “saya tidak merasa berkecil hati karena di testa saya tidak bercap karpet, tetapi saya akan sangat malu jika hidup saya tidak mencerminkan akhlak manusiawi seperti Muhammad. Karena shalat itu bukan lomba untuk menghitamkan jidat, akan tetapi berakhlak sesuai akhlak rasulullah”.
Kata sang rival sejati; “saya tidak merasa dikalahkan karena tidak terpilih, tetapi saya akan merasa kalah kalau saya kehilangan kontribusi dalam membangun; bangsa, organisasi dlsb; apalagi sampai menjelek-jelekan rival saya yang menang. Ronaldo saja tidak mengejek Messi saat Argentina kalah kedua kalinya di final melawan Chile.
Ada lagi yang berkata; “saya tidak merasa sedih melihat kawan-kawan saya sudah berderet gelar sarjananya, tapi saya akan merasa sedih kalau saya kehilangan semangat untuk belajar dalam mengarungi kehidupan ini”. Nah, ini pertarungan yang pantas untuk kita menangkan; terus belajar meski tidak di bangku kuliah atau dalam tumpukan buku.
Inilah peta pertarungan kita. Lantas ada yang menyeletuk, “saya juga tidak ngiler melihat kawan-kawan saya punya mobil bagus, rumah mentereng, tabungan yang banyak, karena saya hanya ngiler saat tidur saya miring”.

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017