Dalam
sebuah kesempatan pelajaran matematika, terjadi dialog yang cukup menarik
antara seorang guru dan siswanya. Dialog tersebut dimulai ketika Sang Guru
memulai pelajaran dengan menjelaskan bahwa matematika adalah ilmu pasti untuk
semua perhitungan misalnya 1 + 1 = 2, ini sudah pasti. Atau 3 + 4 = 7 tidak
bisa selain 7, misalnya 9. Dialog pun terjadi antara keduanya:
Siswa
: Bu, apakah 1 + 1 hanya sama dengan 2, apa tidak ada jawaban
lainnya, Bu.?
Guru : Iya Nak, emang pernah ada 1 + 1 = 3.?
Siswa : Gak pernah, Bu. Tapi bisa selain 2, Bu.
Guru : Yah, emang gimana?
Siswa
: 1 + 1 = 5 – 3, 6 – 4, 7 –
5, 8 – 6, dst.
Guru :
(Hanya tertunduk dan terdiam sambil mencari jawaban untuk berkilah. Sesaat
kemudian Sang Guru menjawab). Yah, 1+1 boleh sama dengan 5-3 tetapi bukannya
5-3 pun sama dengan 2?
Siswa
: (Terdiam, sambil mencoba mencarikan permasalahan lain. Namun tak kunjung
menemukan masalah yang bisa membantu memperkuat argumennya bahwa 1 + 1 tak
selamanya sama dengan 2).
Sang
Guru pun melanjutkan penjelasannya, kali ini sang guru memberikan contoh
praktis penggunaan operasi bilangan bulat dalam kehidupan sehari-hari. Ia
menjelaskan, misalkan si A dan si B masing-masing memiliki satu buah apel. Jika
keduanya disatukan (dijumlahkan) maka akan menghasilkan dua buah apel.
Sontak
terpikirkan oleh Si Siswa dengan jam dinding yang terpajang di depan kelas. Ia
pun bertanya.
Siswa
: Bu, lantas bagaimana
dengan kasus jam dinding?
Guru
: Gimana dengan jam dinding.?
Siswa
: Di jam dinding 10 + 4
tidak sama dengan 14. Tetapi 10 + 4 = 2.
Guru :
Hanya terdiam, mencoba menemukan jawaban muridnya yang entah sedang mengujinya,
atau memang benar-benar rasa keingin tahuannya terhadap matematika yang begitu
besar.
Suasana
kelas pun hening, tak ada yang bersuara. Semua mata tertuju pada Sang Guru yang
terlihat agak panik dan bingung. Sesekali mereka melirik siswa yang bertanya.
Ada yang tatapannya kagum, ada pula yang sinis.
Dalam
keheningan itu, sempat terpikirkan oleh Sang Guru akan pernyataan awalnya bahwa
matematika itu ilmu pasti. Benar atau salah?
Tak
berselang lama bel sekolah pun berdering, tanda berakhirnya pelajaran. Sang
Guru meninggalkan kelas dengan membawa sebuah misteri yang perlu ia pecahkan.
Bukan sekadar menemukan jawaban bagi siswanya. Ia membutuhkan lebih dari itu,
para siswanya harus memahami, tidak sekadar tahu.
Setelah
lama merenung, Sang Guru akhirnya menemukan titik terang. Pertanyaan pertama
Sang Siswa tentang 1 + 1, jawabannya bukan hanya 2, melainkan tak terhingga.
Satu pelajaran yang didapatkan Sang Pengajar tersebut bahwa matematika tidak
hanya mengajarkan pada pola pikir yang konvergen (mengarah pada satu tujuan),
akan tetapi berpikir secara divergen (banyak jalan).
Matematika bermula
dari realitas, maka perlu kita kembali melihat setiap fenomena dan kejadian di
sekeliling kita. Penting sekali mengajarkan siswa sesuatu yang bukan ada
sebagaimana adanya, melainkan sesuatu yang ada sebagaimana mestinya. Contoh
kecilnya yaitu, mereka harus memahami konsep operasi bilangan, bukan rumusan
baku yang selama ini sudah dikenal. Latih mereka menjadi divergen, dan mereka
pun akan menjadi sesuatu yang “lebih”. Lebih cerdas. Lebih bijak.**
0 komentar:
Post a Comment