Banner 468 x 60px

 

Thursday, April 27, 2017

Divergen, Ajaran dalam Dunia Matematika

0 komentar



Dalam sebuah kesempatan pelajaran matematika, terjadi dialog yang cukup menarik antara seorang guru dan siswanya. Dialog tersebut dimulai ketika Sang Guru memulai pelajaran dengan menjelaskan bahwa matematika adalah ilmu pasti untuk semua perhitungan misalnya 1 + 1 = 2, ini sudah pasti. Atau 3 + 4 = 7 tidak bisa selain 7, misalnya 9. Dialog pun terjadi antara keduanya:
Siswa               : Bu, apakah 1 + 1  hanya sama dengan 2, apa tidak ada jawaban lainnya, Bu.?
Guru                : Iya Nak, emang pernah ada 1 + 1 = 3.?
Siswa               : Gak pernah, Bu. Tapi bisa selain 2, Bu.
Guru                : Yah, emang gimana?
Siswa               : 1 + 1 = 5 – 3, 6 – 4, 7 – 5, 8 – 6, dst.
Guru                            : (Hanya tertunduk dan terdiam sambil mencari jawaban untuk berkilah. Sesaat kemudian Sang Guru menjawab). Yah, 1+1 boleh sama dengan 5-3 tetapi bukannya 5-3 pun sama dengan 2?
Siswa                           : (Terdiam, sambil mencoba mencarikan permasalahan lain. Namun tak kunjung menemukan masalah yang bisa membantu memperkuat argumennya bahwa 1 + 1 tak selamanya sama dengan 2).
Sang Guru pun melanjutkan penjelasannya, kali ini sang guru memberikan contoh praktis penggunaan operasi bilangan bulat dalam kehidupan sehari-hari. Ia menjelaskan, misalkan si A dan si B masing-masing memiliki satu buah apel. Jika keduanya disatukan (dijumlahkan) maka akan menghasilkan dua buah apel.
Sontak terpikirkan oleh Si Siswa dengan jam dinding yang terpajang di depan kelas. Ia pun bertanya.
Siswa               : Bu, lantas bagaimana dengan kasus jam dinding?
Guru                : Gimana dengan jam dinding.?
Siswa               : Di jam dinding 10 + 4 tidak sama dengan 14. Tetapi 10 + 4 = 2.
Guru                            : Hanya terdiam, mencoba menemukan jawaban muridnya yang entah sedang mengujinya, atau memang benar-benar rasa keingin tahuannya terhadap matematika yang begitu besar.
Suasana kelas pun hening, tak ada yang bersuara. Semua mata tertuju pada Sang Guru yang terlihat agak panik dan bingung. Sesekali mereka melirik siswa yang bertanya. Ada yang tatapannya kagum, ada pula yang sinis.
Dalam keheningan itu, sempat terpikirkan oleh Sang Guru akan pernyataan awalnya bahwa matematika itu ilmu pasti. Benar atau salah?
Tak berselang lama bel sekolah pun berdering, tanda berakhirnya pelajaran. Sang Guru meninggalkan kelas dengan membawa sebuah misteri yang perlu ia pecahkan. Bukan sekadar menemukan jawaban bagi siswanya. Ia membutuhkan lebih dari itu, para siswanya harus memahami, tidak sekadar tahu.
Setelah lama merenung, Sang Guru akhirnya menemukan titik terang. Pertanyaan pertama Sang Siswa tentang 1 + 1, jawabannya bukan hanya 2, melainkan tak terhingga. Satu pelajaran yang didapatkan Sang Pengajar tersebut bahwa matematika tidak hanya mengajarkan pada pola pikir yang konvergen (mengarah pada satu tujuan), akan tetapi berpikir secara divergen (banyak jalan).
Matematika bermula dari realitas, maka perlu kita kembali melihat setiap fenomena dan kejadian di sekeliling kita. Penting sekali mengajarkan siswa sesuatu yang bukan ada sebagaimana adanya, melainkan sesuatu yang ada sebagaimana mestinya. Contoh kecilnya yaitu, mereka harus memahami konsep operasi bilangan, bukan rumusan baku yang selama ini sudah dikenal. Latih mereka menjadi divergen, dan mereka pun akan menjadi sesuatu yang “lebih”. Lebih cerdas. Lebih bijak.**

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017