Banner 468 x 60px

 

Saturday, April 22, 2017

Serpihan Cinta di Cagar Mutis

0 komentar

Ima & Amrin
Di bawah bintang gemintang dan cahaya rembulan yang terpendar di altar rerumputan hijau yang berseri, desir sungai yang mengalir dengan lihainya menyusuri lekukan tanah bebatuan yang berliku, angin gunung yang berhembus dengan gemulai di balik pepohonan rimbun dan dingin yang merambat naik ke sekujur tubuh. Semuanya ini telah menjelma menjadi kata yang harus kubisikan pada-Mu
Cinta. Adalah rahasia dibalik kesaksianku pada hamparan tanah yang darinya struktur tubuh ini dirancang. Ia adalah misteri di balik bentangan yang membuatku kagum dan terpana. Telah kusaksikan, betapa luas dan indahnya maha karya-Mu ini. Kendati aku tak mampu mendeskripsikannya kata demi kata, kalimat demi kalimat hingga menjadi paragraf yang utuh dan membuahkan tulisan yang menawan layaknya setetes embun yang jatuh dari pelepah dedaunan hijau. Atau ranting kering kecil yang patah oleh seekor burung yang hinggap di atasnya sambil mencari makan, atas kehendak-Mu. Bahkan kesaksianku ini pun bisa hanya biasa-biasa saja dan sangat sederhana di sisi-Mu. Karena jenis dan indra yang kugunakan tak mampu menembus esensi yang Kau bentangkan di hadapanku.
Seolah rumput basah dan dingin yang menggenangi poriku bercerita tentang hasrat cinta yang terpendam di bilik hati anaknya Abu Thalib dan putrinya Rasulullah, Ali dan Fatimah. Yang tak sanggup diutarakan Ali lantaran takut akan konsekuensi dan kefakiran materi yang ada padanya. Takut, jika apa yang diutarakan adalah sebuah kesalahan yang membuat kekasihnya, Rasulullah, menjadi marah atau mungkin cintanya kan tertolak oleh Fatimah. Pada kesaksianku ini jua, aku takut mengungkapkan dengan kataku. Takut, jika kata yang kuutarakan tidak sesuai yang Kau inginkan. Maka sia-sialah perjumpaanku dengan segala pesona ini.
Tapi seperti cucunya Abdul Muthalib, sebagai seorang lelaki, memendam hasrat bukanlah perkara mudah seperti yang dilakukan Sayyidah Fatimah Azzahra. Karena itu bukanlah keahlian seorang lelaki. Sebab hasrat cinta yang hadir adalah energi bagi bibir yang terkatup dan mata yang berbinar. Maka tak jarang engkau menemukan tangis dan air mata dengan gumamnya yang syahdu membelah sunyi. Hasrat ini pun demikain. Ibarat gelombang yang telah membentuk badai hingga tak satu apapun yang dapat menghalaunya. Dan gelombang itu senantiasa menemukan jalannya sendiri, menerpa dan menghancurkan apapun yang ingin membendungnya. Termasuk diri yang lemah ini, tak kuasa atas amukannya yang ganas.
Komunitas Pecinta Alam
Komunitas Pecinta Alam HMI Cabang Kupang
Kubiarkan gumam ini berjalan dalam udara yang memancarkan aroma kesejukan dan desir sungai yang memainkan notasi kedamaian. Dirasuki oleh dinginnya malam yang dihantarkan sang bayu. Hingga terlena oleh pancaran keindahan rembulan yang tak pernah surut sinarnya. Sebuah puncak daripada kenikmatan yang walaupun hanya secuil, bagiku ia tetaplah harus dialiri dengan kata-kata.
Adinda, bumi yang lembut telah menerima tetesan keindahan, sehingga kau menciumnya malam  ini dengan sepenuh hati. Meski telah bercampur dengan tanah, kita saling menyaksikan dalam sepenggal jarak bahwa tetesan ini telah membuat kita kehilangan kesadaran. Lalu bagaimana dengan rahasia yang tersembunyi dibalik maha Karya yang luar biasa ini? Adakah percikan rahasia itu kau rasakan dalam genangan udara yang kian membekukan ini? Dan sudikah sekeping rahasia itu kau berikan padaku untuk kuletakan di Cagar Mutis ini? Agar kelak bila sang waktu ingin bercerita tentang kita, aku dapat kembali ke sini. Menemui kepingan rahasia itu, bergumam bersamanya dan bersama alam hingga terbuai oleh jelitanya Cagar Mutis ini.


0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017