Dinda, tahukah kau apa
itu rindu?
Rindu adalah kesadaran
hakiki yang melanda setiap jiwa para pecinta. Ia adalah transparansi dua jiwa
yang berjarak. Virus yang menjangkit dalam perjumpaan dan menjadi penyakit
dalam perpisahan. Ia adalah bahasa keabadian yang selalu hadir, sebab
keterpisahan itu laksana air tanpa Hidrogen. Atau gemericik air pada sungai
yang mengalir. Yang senantiasa mengalunkan nada-nada mistik yang menggugah
setiap bersambut dengan bebatuan yang menyapanya.
Nada syahdu yang
memanggil seekor semut menghampiri segelas madu. Hingga nada tidak lagi
bermakna bercerita tentang kisah penantian dan waktu yang tak lagi mampu menahan gejolak. Ia
menenggelamkan dirinya ke dalam gelas berisi madu. Adakah yang bisa
mencegahnya? Tidak dinda, sebab itulah rindu. Ia adalah mistis yang menarik
kita dari kerumunan nomad pemuja tubuh, petarung kapital, pendaki karir, penjilat
kekuasaan dan keseharian yang banal ke dalam cawan yang menenggelamkan bersama
air mata.
Tahukah kau dinda?
Bahwa kerinduan sang perindu kepada yang dirindukan tak akan pernah bisa
tergantikan atau ditukar dengan apapun yang mahal harganya? Langit dan bumi
bahkan surga sekalipun tak akan mampu menggantikan kehadiran Sosok Yang dirindukan.
Sebab kesemuanya itu bukanlah obat yang paling mujarab bagi sakit rindu; atau
ganjaran yang paling sempurna, bagi seorang perindu. Pertemuan dan wajah sang
kekasih yang dirindukan adalah obat mujarab dan ganjaran yang paling sempurna,
bagi seorang perindu.
“Jika aku mencintai-Mu
karena surga-Mu maka masukanlah aku ke dalam api neraka-Mu. Tetapi, jika aku
mencintai-Mu karena diri-Mu maka
pertemukanlah aku dengan Dirimu.” Pernahkah kau mendengarkan gubahan
syair di atas dinda? Yah, itu adalah gubahan kalimat rindu yang sering
disenandungkan oleh sang sufi ternama “Rabiatul Adawiyah”. Gubahan yang paling
melegenda tentang hakikat rindu yang paling tinggi dan yang paling layak.
Yakni, kerinduan paling memesona pada Pemilik segala Rindu dan Cinta berlabuh.
0 komentar:
Post a Comment