Hari
itu, jumat 17 agustus 1945 adalah momentum pemutusan mata rantai kolonialisme
setelah lebih kurang tiga seperdua abad melilit tubuh anak-anak ibu pertiwi.
Momentum yang paling dicitakan oleh leluhur kita yakni terbebas dari kungkungan
belenggu kolonialisme.
Para
leluhur kita adalah para militant sejati. Militant yang melenyapkan diri mereka
sendiri untuk menjadi sesuatu yang efektiv, menggetarkan serta mengalahkan para
kolonialis. Mereka adalah orang-orang yang memobilisasi massa, memimpin
gerilya, dan berjuang di medan pertempuran demi satu kata, Kemerdekaan. Dan
demi satu nama, Indonesia.
Bagi
mereka perlawanan adalah sebuah keniscayaan, membunuh atau terbunuh.
Keterpaksaan menjalani kekejaman dan pembunuhan adalah keharusan agar para
penjajah yang ada di tanah milik mereka tidak berbuat semena-mena terhadap
mereka. Sebuah perlawanan yang tumbuh dari nurani yang sadar akan ketidakadilan
dan keterjajahan. Sebuah perlawanan bukan atas doktrin ajaran yang sifatnya
memaksa, tetapi sebuah doktrin yang murni bangkit dari jiwa-jiwa yang
tertindas.
Ada
sebuah paradoksal dalam diri para leluhur kita ini, dosa bagi mereka adalah
amal. Membunuh bagi mereka adalah ibadah. “Kemanusianku kukorbankan”, kata
Saaman dalam novel Keluarga Gerilya Pramoedya Ananta Toer. Begitu pula mungkin
yang terlintas dalam benak leluhur kita kala itu.
Menarik
untuk membandingkannya dengan para pejuang seperti ISIS, Al Qaedah, Zionis dan
sejenisnya. Para militant ini seperti para patriot leluhur kita, mereka juga
berkorban untuk sesuatu yang lebih besar dari diri mereka. Maka tak ayal
tindakan dan perjuangan mereka dapat mempesona sebagian besar orang yang
kemudian memandang mereka sebagai Super Hero. Dengan dibaluti doktrin yang
mereka pungut dari sumber-sumber agama mereka maka bertambalah keterpesonaan
orang-orang yang memandang mereka sebagai Super Hero itu. Mereka adalah orang-orang
yang tak punya dorongan jiwa untuk mencapai sisi kemanusiaan yang luhur dan
agung. Mereka adalah para generasi yang bosan. Generasi yang bosan ini pun
dengan mudah terpikat oleh mereka yang mempresentasikan dunia seperti Star Wars
di muka bumi. Kebosanan yang ekstream dihabisi dengan aksi yang ekstream
merangsang sensasi, menyandera, membantai, memenggal kepala, bom bunuh diri
adalah kebuasan yang mereka timbulkan.
Dengan
memakai jubah agama, dengan doktrin yang dramatis dan dahsyat, para milisi ini
berhasil mengerahkan anak-anak muda yang putus pengharapan agar bersiap
mengorbankan diri mereka. Dengan iming-iming kehidupan surga.
Tapi
berbeda dengan para leluhur kita. Mereka adalah para teroris pejuang
revolusioner yang berjuang bukan karena mengharapkan surga, bukan lantaran
mereka tidak percaya dengan adanya surga itu. Mereka lebih percaya hidup di
dunia yang lebih baik bagi banyak orang. Sebaliknya seorang militant Bom Bunuh
diri “pengantin surga” dalam terorisme ISIS dan lainnya; mereka yakin akan
adanya balasan surga yang penuh kenikmatan dan dipenuhi bidadari-bidadari yang
siap menikahi mereka.
Maka
jelas, para pejuang teroris ISIS dan sejenisnya ini tujuan mereka bukanlah
untuk kebaikan universal, melainkan untuk kebaikan particular. Yakni untuk
kemenangan agama mereka, bahkan bukan untuk keseluruhan agama mereka melainkan
agama doktrinan kelompok mereka. Kemenangan ini pun pada akhirnya mengkapling
surga untuk seorang individu dan menampik orang lain.
Sangat
kontras dengan para patriot negri kita. Perjuangan, pengorbanan, dan
pemberontakan mereka terhadap keadaan yang menindas mereka, kesemuanya itu
adalah bukan hanya untuk membebaskan kelompok mereka atau indvidu yang berjuang
saja. Mereka tidak menciptakan surga yang mereka kapling sendiri melainkan
mereka menciptakan surga demi bangsa ini, surga demi segenap kemanusiaan. Itulah
para teroris sejati yang telah berjuang membebaskan negri kita dari belenggu
kolonialisme. Mari sejenak kita menundukan hati seraya berdoa agar para
jihadis, leluhur kita ini, mendapat rahmat dan kasih sayang dari sang khalik.
Dan
Aku pun dengan bangga mengangkat kopiku ini sebagai salam cintaku pada kalian
duhai leluhur-leluhurku. Kiranya Rahmat Tuhan adalah sebaik-baik balasan buat
kalian. Amiiiiiinn……