Arsyilaku, mari kita
bicara tentang isu sektarian yang kian marak akhir-akhir ini. Isu yang
digelontorkan oleh oknum-oknum tertentu untuk menciptakan konflik dan
mengkonstruksi rasa ketidaknyamanan terhadap suatu ajaran.
Aku ingin berbicara
lebih khusus isu sektarian yang coba di alamtkan kepada presiden kita, pak Joko
Widodo. Suami ibu Iriana ini, diisukan sebagai Syiah dan komunis lantaran ia
coba mengubah haluan politik luar negeri kita ke negara yang menganut dua paham
tersebut. yah, Iran, Rusia dan China. Negara pertama yang ku sebutkan sebagai
penganut ajaran Islam mazhab Syiah dan ideologi komunis oleh dua negara
terakhir di atas. Tapi kali ini aku lebih tertarik bercerita dengan anda soal
isu Komunis ketimbang Syiah, karena isu Syiah sudah tidak begitu seksi lagi
dialamatkan pada pria kalem ini.
Dik, tahukah kau bahwa
ketika haluan politik luar negeri kita beralih ke negara berpaham Syiah dan
berideologi komunis, siapakah yang akan belingsatan? Yah, Amerika, Zionis,
Saudi dan sekutu-sekutu mereka. Karena apa? Karena ketiga negara di atas adalah
yang paling getol mengatakan tidak/lawan terhadap Amerika dan sekutunya. Apalagi
Rusia sayang, kita tahu ia memiliki sejarah kelam permusuhan terhadap Amerika,
Inggris dan sekutu-sekutu mereka. Begitupun Iran, ketika rezim Syah runtuh oleh
revolusi Islam di bawah komando Khomaeni, Amerika kelabakan. Lalu lari
terbirit-birit pergi meninggalkan tanah Iran menuju Irak. Kemudian
berkecamuklah perang antar saudara Islam kita, kita kenal dengan perang Iran vs
Irak. Sebuah peperangan yang sangat mengiris hati, terutama bila kita
melihatnya dari kacamata Islam. Kalimat Allahu Akbar saling bertautan di
angkasa oleh pejuang-pejuang dari kedua negara ini.
Iran dan Rusia adalah
kekuatan di balik perlawanan rakyat Palestina, Suriah, Libanon, Yaman dan
beberapa negara Timur tengah lainnya dalam menghadapi kekuatan Amerika, Zionis,
Saudi dan sekutu mereka yang ingin menguasai negara-negara tersebut.
Sayang, ketika haluan
politik kita berubah, maka segala kebijakan di negeri kita ini pun lambat laun
mengikuti arah politik luar negeri kita. Sehingga kebijakan ekonomi, politik,
dan sosial yang sudah mengakar di negeri kita bertahun-tahun akan hilang.
Digantikan dengan yang baru. Tentu penanam kebijakan lama ini tidak ingin hal
ini terjadi, sayangku.
Negara kita adalah
salah satu negara terkaya di dunia, baik dari hasil bumi berupa minyak, gas,
batu bara, emas, perak dan lain sebagainya adalah primadona paling menggiurkan
rasa tertarik bagi negara manapun. Serta alam kita yang seksi lantaran
dilintasi garis khatulistiwa membuat kita sebagai negara yang subur nan hijau.
Tak berlebihan kata penyair kondang kita, Gus Plus dalam memandang berkah ini; ia mengatakan bahkan Tongkat Kayu
dan Batu pun menjadi Tumbuhan jika di tanam di tanah ibu Pertiwi. Tak kalah
dengan darat, laut kita pun punya daya pesona luar biasa; setiap mata yang
memandang langsung ingin menceburkan diri ke dalamnya. Negara kita memang
sungguh kaya dan cantik, membuat birahi-birahi keserakahan ingin menggaulinya
bahkan ingin memperkosanya.
Negara kita tidak
hanya menyediakan Sumber Daya Alam Non Hayati, namun juga yang Hayati. Sumber
daya alam yang terakhir ini akan kembali menjadi primadona di dunia ketika
sumber daya alam non hayati dunia habis. Sehingga negeri kita akan menjadi
ladang pertempuran yang dahsyat oleh bandit-bandit dunia yang serakah, untuk
tujuan jangka panjang saat dunia krisis akan sumber daya alam non hayati. Jika
kekayaan ini oleh Amerika dan sekutunya menguap dari genggaman mereka, maka
mereka tidak hanya rugi saat ini, namun juga untuk massa yang akan datang.
Sehingga pembelotan pak Jokowi tentu membuat mereka meradang, kelabakan dan keblingsatan.
Ini pulalah yang
mendorong kian maraknya isu komunis beredar. Yang pada intinya ingin
menggulirkan kepemimpinan pria krempeng nan santun ini. Agar digantikan dengan
pemimpin baru yang seideologi dengan Amerika dan sekutunya. Karena mereka tidak
ingin zona nyaman mereka diusik apalagi diambil oleh pihak lain yang notabene
adalah musuh mereka.
Sayang, isu komunis
memang begitu seksi. Ia masih begitu telanjang di ingatan dan hati masyarakat
Indonesia, belum ada helaian benang yang terlilit. Bangsa kita masih begitu
trauma atas sejarah kelam nan pahit yang mengoyak-koyak sekujur tubuh dan
membantai nyawa anak bangsa di massa-masa tua orde lama kala itu.
Namun, Arsyilaku kita
perlu dan sebuah keniscayaan bersikap adil dalam menilai ideologi komunis hari
ini! Sebagaiaman yang pernah ku tulis dalam bukuku yang pertama “Jalan Pulang”
bagian “Indonesia dan Propaganda” pada intinya adalah di negara tempat lahir
dan besarnya ideologi komunis; Uni Soviet (Rusia sekarang) dan China; meskipun
mereka berideologi komunis namun dalam praktek terutama dalam hal perekonomian,
merekapun mengarah ke perekonomian kapitalis/sosial kapitalis. Mereka tidak
benar-benar komunis dari pahaman/ideologi hingga praktik. Ada ranah-ranah
praktik yang tidak bisa dijawab oleh ideologi mereka. Dianggap tidak lagi
relevan sehingga perlu mengadopsi praktik ideologi lain. Hal yang sama terjadi
di bangsa kita ini, Arsyilaku. Kita berpahamkan Pancasila tapi pada ranah
praktik kita lebih liberalis, padahal jika kita pelajari Pancasila kita dengan
seksama sesungguhnya masalah praktik kita ini masih bisa dijawab dengan
pancasila. Tidak perlu dengan liberal.
Kita juga harus jujur
terhadap kondisi real bangsa kita bahwa negara kita tidak sepenuhnya ditinggali
oleh masyarakat pribumi asli Indonesia. Tetapi juga bangsa pendatang yang sudah
turun temurun, lahir meninggal, kecil besar dan turut memperjuangkan
kemerdekaan bangsa ini. Mereka diantaranya adalah orang-orang China. Sebut saja
pejuang-pejuang dari mereka itu Siauw Giok Tjhan, Laksamana Muda TNI (Purn)
John Lie, Lie Eng Hok dan (mungkin) masih banyak lagi yang tidak terekspos
sehingga kita tidak mengenal mereka. Bahkan salah satu yang termuda, Soe Hok
Gie salah satu keturunan China yang giat menentang kebijakan presiden pertama
kita Soekarno yang dianggap tidak baik bagi masyarakkat dan bangsa ini. Ia juga
menentang PKI kala itu.
Tidak semua orang
China terutama di Indonesia berpaham komunis apalagi mempraktekan paham ini,
ada yang nasionalis pancasila atau bahkan liberal. Ini sebuah realitas
kehidupan, tidak semua pahaman menjadi aksi real. Hal yang sama bagi kita yang
beragama Islam. Tidak semua benar-benar mempraktikan paham/ajaran Islam. Tidak
semua orang Indonesia itu Pancasilais, ada yang memang komunis, arabis, atau
liberalis. This is real, honey.
Maka Arsyilaku, ku
katakan padamu janganlah utopis terhadap yang namanya komunis ataupun Chinais.
Ini adalah malware yang sedang diciptakan dengan maksud ingin merapuhkan dan
mematahkan kaki-kaki kursi kepresidenan, sehingga presidennya jatuh tersungkur
ke lantai. Agar mereka bisa membuat kursi baru dan mengangkat pemangku baru
yang berideologikan sama dengan Amerika, Saudi dan sekutu mereka.
Kita memang tahu
orang-orang China dan keturunannya hampir di setiap daerah yang mereka
tinggali, mereka maju sebagai pemegang tools perekonomian daerah tersebut.
Salah satunya di tanah kelahiranku; Alor; meraka memegang kendali kuat atas
perekonomian di sana. Namun, itu masalah lain dan aku tidak ingin masuk jauh ke
ranah itu, sayang.
Yang perlu anda takuti
adalah mereka yang berteriak mengatasnamakan agama. Mereka yang tenggorokannya
nyaring dan nyaris pecah mengumandangkan persatuan Islam di bawah naungan
Khilafah. Indonesia ingin di-Khilafahkan, pancasila Thagut bagi mereka.
Hati-hatilah dengan para HTI itu! Merka itulah musuh paling nyata kita dan
negara kita saat ini, mereka berlindung di balik tirai agama. Juga yang perlu
anda waspadai adalah mereka yang berpaham Saudi-is. Para Wahabi-is yang gemar
membid’ah-bid’ah atau mengambil hak Tuhan dalam menilai kafir atau tidaknya
kita.
Arsyilaku, polemik
bangsa kita hari ini benar-benar pelik dan semrawut, sangatlah komplit dan
sensitif. Karena masalah harta kekayaan yang ditinggalkan leluhur kita. Kata
presiden pertama kita; sosok pujaan kita berdua; Ia mengatakan, “Aku tinggalkan
kekayaan alam Indonesia biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia”.
Dan terbukti hari ini, kan sayang?
Ini masalah dahaga,
sayang. Air yang biasa di minum oleh Amerika, Saudi dan sekutu mereka, kini air
itu berpotensi berpindah tangan ke Iran, Rusia dan China. Tentunya mereka yang
sudah menikmati sejuk dan mujarabnya air bangsa kita tidak ingin hegemony yang
susah payah mereka bangun, dan mimpi indah ke depan mereka menguap dari tangan
mereka akibat ganasnya tiga negara tujuan haluan Jokowi ini.
Perlu kita sadari
bahwa semakin menguatnya isu China, Komunis, Sosialis, dan Syiah membuktikan
semakin lemah hegemoni Amerika dan sekutunya di negeri yang disebut negeri
Atlantik yang hilang ini. Dan mesti kita bangun lebih dini dari tidur lelap
kita untuk meng-Counter potensi konflik sebagaimana yang sering mereka terapkan
di negara-negara Timur Tengah. Kita tidak ingin negeri kita diacak-acak seperti
Suriah hari ini, Lybanon, Yaman dan lainnya. Sayang, mari kita bergandengan
tangan membentuk simpul kuat agar negeri kita senantiasa aman dan damai,
sehingga memudahkan kita berjalan menyusuri relung zaman yang penuh dengan
konflik ini menuju cita-cita negara kita. Kita naik ke plaminan “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Isu Syiah, Komunis,
China, Sosialis dan lain sebagainya adalah upaya pembodohan lewat media hoax yang
terus menerus digenjot ke otak masyarakat agar ketika Jokowi merapat ke tiga
negara di atas, mendapatkan sambutan negatif dari masyarakat.
Amerika dan sekutunya
tidak mau melihat Indonesia maju dan setara dengan mereka, karena mereka tahu
negara tercinta kita memiliki potensi itu. Para penjaja komersial Indoneisa
tentunya tidak mau negaranya maju dan setara dengan hegemoni barat; sudah
terbiasa terjajah dan dipanggil budak.
Terbaru sayang,
Bambang Tri menulis buku yang berjudul “Jokowi Undercover”. Walaupun aku
sendiri belum membaca buku tersebut, namun dari berita-berita yang ada setelah
penulis buku ini ditangkap polisi, pihak kepolisian mengtakan, buku tersebut
tanpa referensi atau data pendukung yang jelas. Tidak melalui metodologi penelitian
yang sah, tanpa catatan kaki yang merujuk buku lain atau berkas sejarah.
Identitas penerbit, seperti nama penerbit, kota, dan tahun cetak juga tidak
disebutkan di buku tersebut. Maka semakin jelaslah bahwa ini adalah sebuah
kebohongan dan upaya pelemahan presiden kita, pak Joko Widodo.
Terakhir Arsyilaku
sayang, mari sama-sama kita mendoakan bagi presiden kita ini agar ia tegar
menghadapi badai cobaan. Juga untuk negeri kita agar senantiasa damai dan
terhindar dari konflik sosial beraroma sektarian, yang sedang dan akan terjadi.
Karena sampai kapanpun NKRI harga mati. Dan sampai kapanpun kita akan
bergandengan tangan bahkan ke haribaan yang Maha Kuasa. Amiiiinnn……
0 komentar:
Post a Comment