Banner 468 x 60px

 

Wednesday, January 18, 2017

INDONESIA dan PROPOGANDA

0 komentar


Indonesia darurat isu dan paham. Mungkin itulah yang sedang terjadi dalam negeri kita saat ini. Kesesatan paham Syiah, isu SARA Ganyang China, serta isu kebangkitan bangkai yang telah lama terkubur bernama PKI seperti malware yang coba diciptakan dengan maksud dan tujuan utama melemahkan dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara di bawah kepemimpinan pemerintahan yang sah saat ini. Kasarnya, isu, paham dan konflik-konflik di atas, tidak lain dan tidak bukan bertujuan menciptakan mosi tidak percaya dari rakyat kepada pemerintah sehingga memudahkan para penyebar malware ini melakukan kudeta ataupun hal buruk lainnya. Ambil contoh yang telah ada semisal di Timur Tengah, terutama Libya dan Suriah. Isu sektarian dimainkan dengan maksud  menjatuhkan pemerintahan yang sah. Mengapa? Sebab para pemberontak tersebut yakin pemerintahan mereka berdiri di garda terdepan melawan segala bentuk invasi dan kebijakan Amerika beserta kroni-kroninya.
Lihat Suriah saat ini. Presiden mereka, Basher Al Assad; diisukan membantai warga Suriah  yang bermahzab Sunni karena Beliau orang Syiah yang benci akan orang Sunni. Maka kelompok-kelompok radikal ditebar di berbagai negeri, termasuk di Indonesia. Mulai gencar di negeri kita ini ropaganda kesesatan dan kebiadaban Syiah. Pertanyaannya, apa benar propoganda tersebut? Jika kita analisis realitas yang terjadi di Suriah saat ini maka jawabannya adalah TIDAK benar. Mengapa?
Pemilihan presiden Suriah adalah pemilihan secara langsung oleh rakyat Suriah. Tahun 2014 lalu adalah untuk yang ke-tiga kalinya Assad terpilih menjadi presiden. Ia terpilih kembali dengan perolehan 88.7% suara rakyat, dimana 74% rakyat Suriah adalah bermahzab Sunni. Sehingga jika kita katakan Assad membantai kaum Sunni, bagaimana mungkin ia terpilih kembali oleh rakyat Suriah yang mayoritas Sunni? Terpilih kembalinya Asshad adalah berangkat dari kepercayaan dan kecintaan rakyat Suriah baik dari golongan Sunni, Syiah, atau dari latar belakang apapun terhadap Assad. Lebih dari itu, jika benar Assad ingin membantai warga Sunni maka dia harus memiliki rezim yang mendukungnya secara penuh untuk melancarkan aksinya tersebut, yakni rezim yang berisikan kelompok Syiah pula. Tapi nyatanya Wakil Presiden, Wakil Presiden 1, Perdana Menteri, Deputi Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, Menteri Informasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dll Suriah diisi oleh orang-orang Sunni.  Bahkan Grand Mufti Resmi Suriah; Syaikh Ahmad Badruddin Hassun, adalah seorang ulama besar Sunni.
Kebencian terhadap pemerintahan yang sah ini bertambah karena dukungan dari Negara Republik Islam Iran (NRII) yang notabene mayoritas Syiah. Serta menjadi salah satu Negara Timur Tengah yang tidak mau menundukan kepalanya dihadapan kekuatan AS dan Barat. Iran pun menjadi salah satu Negara yang paling ditakuti oleh AS dan kroni-kroninya tersebut. Selain NRII, suriah pun menjalin hubungan baik dengan Negara bekas Unisoviet yakni Rusia yang terkenal dari dulu sebagai sisi yang bertolak belakang dengan AS dan Barat, serta menjadi Negara yang berpegang pada paham komunis.
Jika kita lihat polemik negeri kita hari ini maka pola yang terbentuk sama seperti yang terjadi di Timur Tengah, terutama Suriah saat ini. Isu kesesatan Syiah bersilewaran di mana-mana baik di media-media sosial. Termasuk  pembagian pamflet yang di masjid-masjid. Padahal isu  kesesatan Syiah sudah dikaji dan dipatahkan oleh ulama dunia lewat Konferensi Amman. Namun kedangkalan akal dan taklid buta terhadap doktrin kebencian menyebabkan propaganda ini tumbuh subur. Hal ini terlihat dari organisasi yang sengaja dibentuk untuk menghancurkan kelompok Syiah yakni Aliansi Nasional Anti Syiah (ANAS). Organisasi ini bagi saya sengaja dibentuk untuk memprovokasi perseteruan muslim Sunni dan Syiah. Dengan mempropagandakan Syiah sesat, kaum radikal ini perlahan menanamkan stigma Syiah menjadi kata kebencian. Ketika kebencian itu mengakar maka mudah saja bagi mereka untuk kelak menuding siapa yang mereka suka sebagai Syiah. Setelah Syiah, ke depan mungkin sasaran mereka adalah adalah NU, Muhammadiyah, lalu agama lainnya. Sekarang kita bisa lihat propaganda itu menjadi lebih nyata, di mana NU memiliki cabang baru bernama NU Garis Lurus yang sebenarnya adalah wahabi yang tengah menyamar. Di sisi lain, bersilewaran pula propaganda pendirian negara Indonesia dengan sistem Khilafah. Mereka ingin menghilafahkan negeri ini dengan menyatakan bahwa Pancasila adalah thagut dan sistem kafir sehingga tidak layak dijadikan sebagai ideologi dan sistem di Negara Indonesia. Kita tahu bersama nama organisasi yang memperjuangkan misi khilafah ini. Beruntung pemerintah kita dengan cepat mengambil langkah tegas untuk membubarkan organisasi yang bertentangan dan menolak Pancasila. Tidak ketinggalan NU dengan pasukan Bansernya turut mengamankan NKRI dari para separatis berkedok agama. Banser dengan berani menanggalkan spanduk-spanduk mereka, membubarkan perkumpulan mereka dll.
Tak berselang lama ketika kelompok-kelompok seperti HTI dicap sebagai kelompok separatis, muncul bangkai yang telah lama terkubur di masanya Presiden Soeharto. Kebangkitannya seolah mengubah arah mata angin pengkhianat. Pemerintah melalui KEMENHAM dan POLRI tiba-tiba membahas PKI yang sebenarnya telah lama mati. PKI dianggap bangkit dari kalang peradaban, ditandai dengan penggunaan simbol di baju, buku, dan properti lainnya.  Padahal, jika ingin fair sebenarnya paham komunis yang menjadi ideologi PKI, di negara asalnya (China) bahkan sudah ditinggalkan. Meski nama partainya tetap Partai Komunis China namun ekonomi mereka sudah mengarah ke sosialis kapitalis. Selain China, negara komunis lainnya adalah Uni Soviet. Tapi apakah Uni Soviet itu masih ada? Tidak. Mereka telah pecah menjadi negara-negara kecil. Yang tersisa mungkin adalah Rusia. Tapi ekonomi Rusia pun semenjak di tangan Putin mengarah ke kapitalis. Bahkan Rusia telah menggantikan ideologi mereka menjadi nasionalis. Maka pertanyaannya, apa yang harus ditakuti oleh paham komunis ini jika para empunya saja sudah meninggalkan paham tersebut?
Bisa jadi isu PKI sengaja dimunculkan untuk membentuk stigma buruk seperti stigma Syiah, atau sekadar hadir untuk mengacaukan Pemerintahan Jokowi JK saat ini yang terlihat mulai berani mendobrak Dinasti AS dan sekutu-sekutunya dengan berusaha menggandeng tangan China, Rusia, dan Iran; musuh AS dan kroni-kroninya.
Yah propaganda Syiah dan PKI ini sepertinya sengaja diciptakan untuk membentuk mosi tidak percaya terhadap Pemerintahan Jokowi JK dan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Mengapa pemerintahan? Karena AS sudah mulai tidak nyaman lagi dengan Jokowi JK. Pemerintahan saat ini berani tidak memperpanjang kontrak Freeport; perusahaan asal AS yang sudah beberapa dekade mengeruk perut bumi Indonesia untuk keuntungan mereka, evaluasinya akan dihelat setelah 2019. Propaganda ini bisa juga sengaja untuk membuat chaos dalam negeri agar para investor yang ingin menanamkan saham di Indonesia tidak lagi berminat. Kalaupun sudah sempat menanamkan saham maka mereka akan memutuskan kontrak lewat pembatalan. Situasi ini bisa dimanfaatkan AS dan karib-kerabatnya dengan mengirimkan agen-agennya untuk menanamkan saham sendiri di Indonesia. Dan mereka memonopoli investasi.  
Masih banyak lagi kemungkinan yang bisa kita analisis dari berseliwerannya isu Syiah dan PKI saat ini. Patut kita nantikan kelanjutan dari isu-isu yang kian ditebar, serta nasib Pemerintahan Jokowi JK saat ini. Apakah mereka akan berakhir layaknya Soekarno, atau seperti Pak Harto?
Tulisan ini bukan dibuat untuk mengesampingkan PKI, namun sekadar ingin mengajak kita sekalian untuk membaca peta konflik negeri ini secara lebih seksama. Agar kita tidak melupakan hasrat para utopis khilafais yang adalah kelompok separatis sesungguhnya. Bagi saya PKI cukup saja diawasi dan dimonitoring pergerakannya. Jika nanti kita temukan fakta bahwa  mereka mengembangkan paham yang bertolak belakang dari NKRI dan Pancasila seperti HTI saat ini, baru kita hancurkan. Jangan sampai kita termakan isu dan propaganda yang ingin menghancurkan keutuhan NKRI dengan Pancasila sebagai ideologi negara.**

#Dari buku "Jalan Pulang"

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017