Pembentukan Komunitas Pecinta Alam |
“Ke manapun kau
hadapkan wajahmu, di situlah wajah Tuhan”.
Bait firman Allah di
atas sebenarnya ingin memberitahukan kepada kita bahwa Allah itu Maha Luas,
Maha Meliputi dan Maha Memiliki Segalanya. Allah ingin menjelaskan bahwa,
segala apa yang ada ini sebenarnya adalah diri-Nya dan Dia sangat dekat dengan
kita. Bahkan lebih dekat daripada kulit dan daging kita.
Begitupun di sini,
jauh pandang tatapan mata kau lesakan sesungguhnya wajah Tuhan yang sedang kau
saksikan. Panorama keindahan alam Mutis ini pada hakikatnya bukan wadah cinta
seorang petualang, namun hal itu terjadi karena adanya pancaran keindahan
(wajah) Ilahi yang merentang sejauh mata memandang. Alam; juga di Mutis ini;
adalah jelmaan Ilahi dalam pakaian makhluk. Karena tiada satupun yang ada
(makhluk) adalah selain dari diri Tuhan. Sebab itu, cinta dan kekaguman yang
hadir di dalam diri tak berasal dari kecintaan dan kekaguman kita kepada alam. Namun,
semua cinta dan kekaguman itu berasal dari pancaran Ilahi dan di sanalah, di
alam sanalah, cinta bertajalli (termanifestasi).
Apa yang nampak dan
yang kita saksikan di luar kemudian merenggut hati dan selanjutnya secara
lahiriah kita sebut makhluk pada hakikatnya adalah jelmaan dan keindahan Ilahi
dalam bentuk makhluk. Yah, alam bagaikan sebuah cermin yang memantulkan diri
Penciptanya. Ia menjadi tajalli Tuhan bagi manusia, sebagai penghibur, pemberi
pelajaran, penentram hati dan pelebur ego serta kesombongan. Sebab itu, alam
adalah salah satu kreasi tajalli Tuhan yang paling sempurna selain perempuan.
Rab ne bana di jodi; "Tujh Mein Rab Dikhta Hai -
aku melihat Tuhan dalam dirimu." Bagi seorang petualang pun demikian.
Sudut-sudut ruang dan objek-objek yang dilihatnya, tidak lagi ia melihat
sebagaimana adanya tetapi ia melihat sebagaimana mestinya. Ada wajah-Nya di
balik seluruh yang tertangkap dan terinderakan. Ada tajalli Tuhan di dalamnya.
Ia tidak hanya melihat
alam sebagai makhluk, namun ia telah menemukan sublimitas Tuhan di dalamnya. Rasa
takjub dan gelora cinta yang membara adalah luapan hati yang meletus akibat
sublimitas yang ia temukan. Rasa itu, seperti luapan lava yang tak kunjung
padam, ia senantiasa meninggalkan debu rindu dari nyala dan bara.
KPA Lagi Eksis |
“Ke manapun kau
hadapkan wajahmu, di situlah wajah Tuhan”.
Bait firman Allah di
atas sebenarnya ingin memberitahukan kepada kita bahwa Allah itu Maha Luas,
Maha Meliputi dan Maha Memiliki Segalanya. Allah ingin menjelaskan bahwa,
segala apa yang ada ini sebenarnya adalah diri-Nya dan Dia sangat dekat dengan
kita. Bahkan lebih dekat daripada kulit dan daging kita.
Begitupun di sini,
jauh pandang tatapan mata kau lesakan sesungguhnya wajah Tuhan yang sedang kau
saksikan. Panorama keindahan alam Mutis ini pada hakikatnya bukan wadah cinta
seorang petualang, namun hal itu terjadi karena adanya pancaran keindahan
(wajah) Ilahi yang merentang sejauh mata memandang. Alam; juga di Mutis ini;
adalah jelmaan Ilahi dalam pakaian makhluk. Karena tiada satupun yang ada
(makhluk) adalah selain dari diri Tuhan. Sebab itu, cinta dan kekaguman yang
hadir di dalam diri tak berasal dari kecintaan dan kekaguman kita kepada alam. Namun,
semua cinta dan kekaguman itu berasal dari pancaran Ilahi dan di sanalah, di
alam sanalah, cinta bertajalli (termanifestasi).
Apa yang nampak dan
yang kita saksikan di luar kemudian merenggut hati dan selanjutnya secara
lahiriah kita sebut makhluk pada hakikatnya adalah jelmaan dan keindahan Ilahi
dalam bentuk makhluk. Yah, alam bagaikan sebuah cermin yang memantulkan diri
Penciptanya. Ia menjadi tajalli Tuhan bagi manusia, sebagai penghibur, pemberi
pelajaran, penentram hati dan pelebur ego serta kesombongan. Sebab itu, alam
adalah salah satu kreasi tajalli Tuhan yang paling sempurna selain perempuan.
KPA |
Rab ne bana di jodi;
aku melihat Tuhan dalam dirimu. Bagi seorang petualang pun demikian.
Sudut-sudut ruang dan objek-objek yang dilihatnya, tidak lagi ia melihat
sebagaimana adanya tetapi ia melihat sebagaimana mestinya. Ada wajah-Nya di
balik seluruh yang tertangkap dan terinderakan. Ada tajalli Tuhan di dalamnya.
Ia tidak hanya melihat
alam sebagai makhluk, namun ia telah menemukan sublimitas Tuhan di dalamnya. Rasa
takjub dan gelora cinta yang membara adalah luapan hati yang meletus akibat
sublimitas yang ia temukan. Rasa itu, seperti luapan lava yang tak kunjung
padam, ia senantiasa meninggalkan debu rindu dari nyala dan bara.
Bagi anda mungkin
sulit menebak cinta seorang petualang berasal dari sudut ruang yang mana atau
objek yang mana. Apakah sudut ini atau sudut itu, pada objek ini atau objek
itu? Tidak. Dia tidak berasal dari sudut ini atau sudut itu ataupun objek ini
dan itu. Ia berasal dari keseluruhan. Mungkin pertanyaan yang tepat dan sulit
dijawab adalah dimulai dari sudut atau objek yang mana ia berasal?
0 komentar:
Post a Comment