Banner 468 x 60px

 

Wednesday, May 10, 2017

MELAWAN GERAKAN HTI

0 komentar
Hijbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah salah satu sayap perjuangan Hijbut Tahrir (HT) yang ada di Indonesia. Sebuah gerakan politik (HT) yang didirikan oleh Taqiyuddin An Nabhani pada tahun 1953, bertujuan mendirikan negara Khilafah Islamiyah. Ia merupakan gerakan politik non struktural dan non physical. Artinya gerakan politik yang bekerja di luar sisitem politik yang ada dan tidak juga berjuang dengan menggunakan kekuatan fisik (menggunakan kekerasan/senjata) sebagaimana gerakan ISIS, Al-Qaedah atau DI/TII yang pernah ada di Indonesia. Mereka bergerak/berjuang secara konseptual dengan menyodorkan gagasan-gagasan negara khilafah, doktrin-doktrin agama dan menunjukan kebobrokan sebuah sistem/ideologi yang ada di Indonesia dan dunia secara umum. Artinya juga, mereka tidak berjuang dengan kekerasan akan tetapi mereka berjuang secara damai tanpa pertumpahan darah.
Sebagai gerakan politik non struktural (tanpa parpol) dan non physical tentu ia tidak begitu berbahaya secara fisik sehingga tidak akan ada pertumpahan darah bahkan nyawa sebagaimana hal serupa yang dilakukan oleh kelompok-kelompok lain semisal ISIS, Al-Qaedah, PKI atau sejenisnya. Tetapi bukan berarti gerakan mereka aman sehingga tidak perlu diawasi, diantisipasi dan dilawan. Dan tentu perlawanan yang baik dan tepat bukanlah melawan dengan cara kekerasan ataupun pembelengguan gerakan mereka, karena itu sama artinya kita melacuri sistem demokrasi yang kita anut, meskipun mereka (HTI) menolak demokrasi itu sendiri. Oleh karena itu cara yang paling tepat adalah melawan gerakan konseptual mereka dengan gerakan konseptual pula.
Di sini saya lebih menekankan gerakan konseptual itu dilakukan oleh negara. Karena negara merupakan institusi yang menjadi payung bagi masyarakat yang ada di bawahnya. Selain itu negara juga memiliki instrumen-instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan protect dan perlawanan. Di bawah ini akan saya uraikan salah satu instrumen penting dalam melawan gerakan konseptual para pejuang Khilafah.
Dunia Pendidikan. Dunia pendidikan merupakan salah satu instrumen penting yang dimiliki oleh negara baik yang dibawahi oleh Kemendikbud, Kemenristek maupun Kemenag. Melalui ketiga lembaga kementerian ini, negara dapat menerapkan kurikulum/materi pembelajaran yang bersifat protected. Materi-materi yang diharapakan untuk diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi adalah materi-materi yang menumbuhkan rasa nasionalisme, cinta akan Pancasila, sejarah dan latar belakang berdirinya organisasi-organisasi radikal dan separatis, sejarah perkembangan Islam dan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Pancasila yang diajarkan pun harus esensial yakni tentang Pancasila itu sendiri sebagaimana adanya dan sebagaimana mestinya serta tafsir teoritis dan praktis sila-sila yang ada di dalamnya. Karena selama ini, Pancasila yang diajarkan hanya sebatas informasi bahwa Pancasila merupakan Ideologi, Falsafah dan dasar negara. Bahkan, dalam buku-buku yang beredar di sekolah-sekolah, setelah dikatakan Pancasila merupakan Ideologi, Falsafah dan dasar negara Indonesia, porsi paling banyak yang diuraikan dalam buku-buku tersebut bukan tentang Pancasila-nya akan tetapi tentang apa itu ideologi, apa itu falsafah menurut ini dan itu. Sehingga esensi Pancasila pun menguap dari pengajaran. Hal ini diperparah lagi dengan jam belajar untuk mata pelajaran Pancasila/PKN di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang begitu sedikit.
Pengajaran sejarah perkembangan Islam pun harus diajarkan secara berimbang dan transparan. Terutama pasca wafatnya Rasulullah dan digantikan dengan sistem pemerintahan Kekhilafahan. Pengajaran yang berimbang dan transnparan seperti apa? Yaitu tentang kelebihan dan kekurangan, hal-hal baik dan yang buruk. Karena ini sejarah sehingga jangan kemudian ada yang lebih dikedepankan dan ada yang diundurkan. Sebagaimana yang selama ini diajarkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, lebih banyak mengenai kelebihan, keberhasilan dan kegemilangan yang pernah diraih umat Islam. Padahal transparansi dan keseimbangan dalam mempelajari sejarah serta pengakuan terhadapnya adalah kebesaran jiwa. Jangan buruk wajah lalu cermin dibelah!
Islam yang diajarkan adalah islam yang menjunjung tinggi missi rahmatan lil ‘alamin, islam yang menjadi rahmat bagi semua tanpa ada kooptasi antar sesama manusia. islam yang berkeadilan, berkemanusiaan dan berketuhanan. Islam yang menjunjung tinggi kontrak sosial sebagaimana yang diajarkan Rasulullah ketika membuat piagam Madinah. Tidak ada penghianatan dan pelanggaran atas kontrak yang dibangun.
Jika kita menanamkan konsep lebih dini kepada para penerus bangsa (Siswa dan Mahasiswa) maka ini akan menjadi imun dan protect bagi mereka. Jika negara terlambat melakukan ini, membentengi kaum terdidik dengan pengetahuan yang memadai dan porsi ini diambil alih oleh para pejuang khilafah maka yakin dan percaya akumulasi-akumulasi gagasan konseptual yang mereka tawarkan kelak akan menciptakan gelombang perlawanan terhadap negara. Kelak kaum terdidik yang diracuni konsep khilafah akan meninggalkan menara gading intelektualisme dan turun untuk terlibat dalam problem-problem real masyarakat menentang negara.
Negara harus sesegera mungkin menciptakn kaum intelektual yang organik bukan lagi kaum intelektual yang tradisional. Apa itu intelektual yang tradisional dan apa itu intelektual yang organik? Menurut Antonio Gramsci Intelektual tradisional adalah intelektual yang berkutat pada persoalan yang bersifat otonom dan digerakkan oleh proses produksi, sebaliknya intelektual organik adalah mereka yang memiliki kemampuan sebagai organisator politik yang menyadari identitas dari yang diwakili dan mewakili. Intelektual organik itu, menurut Gramsci, tidak harus mereka yang fasih berbicara dan berpenampilan seorang intelektual, tetapi lebih dari itu, yaitu mereka yang aktif berpartisipasi dalam kehidupan praktis, sebagai pembangun, organisator, penasehat tetap, namun juga unggul dalam semangat matematis yang abstrak.
Mengapa saya lebih menekankan agar negara memperhatikan kaum intelektual/terdidik? Karena ketika kaum intelektual ini turun ke masyarakat dengan konsep yang mereka sadur dari para pejuang Khilafah, mereka akan merekonstruksi pemahaman masyarakat dengan menyuntikan pemahaman yang mereka miliki. Dan pada kondisi seperti ini, mau tidak mau negara akan menjadi negara seperti yang diinginkan masyarakat. Alasan lainnya adalah sebagaimana yang disampaikan Ali Syari’ati, kaum intelektual merupakan para eksponen real dari Islam (juga bangsa; penulis) yang “rasional” dan “dinamis”, dan bahwa tugas utama mereka adalah untuk memperkenalkan suatu “pencerahan” dan “revormasi” Islam (juga negara;penulis).

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017