Banner 468 x 60px

 

Thursday, May 4, 2017

NKRI Yes, Khilafah No!

0 komentar
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) kita akhir-akhir ini diviralkan dengan gerakan pendirian negara Khilafah oleh organisasi yang mengatasnamakan pejuang Khilafah; Hijbut Tahrir Indonesia (HTI). Di masjid-masjid hampir setiap jumat mereka menerbitkan Buletin Dakwah dengan label bendera ala khilafah; bendera hitam dengan tulisan lafadz Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah berwarna putih. Bendera yang menjadi lambang kelompok HTI.
Sebagaimana buletin jumat yang mereka terbitkan pada tanggal 28 April 2017, edisi 854 diberi judul “Khilafah; Kewajiban Syar’i Jalan Kebangkitan Hakiki”. Pada buletin tersebut dikatakan; Menegakan khilafah adalah kewajiban syar’i yang didasarkan pada dalil-dalil syariah. Bahkan kewajiban menegakan khilafah yang menerapkan syariah islam secara kaffah adalah perkara yang mujma’ ‘alaiyhi (disepakati oleh para ulama mu’tabar). Karena itu jika ada yang menyelisihi kewajiban ini maka tidak perlu dianggap karena jelas menyimpang.
Selanjutnya, dalam buletin tersebut dikatakan “sebagian besar rakyat di negeri ini miskin dan menderita. Utang negeri ini pun menggunung. Kekayaan negeri yang melimpah dikuasai hanya oleh segelintir orang.korupsi merajalela. Kenakalan remaja, pergaulan bebas, narkoba, pornografi, dan aneka perilaku dekadensi moral juga semakin marak. Singkatnya dalam tulisan tersebut berkesimpulan bahwa aneka problem di negeri ini terjadi karena penerapan sistem demokrasi.”
Lebih lanjut, ketakwaan total hanya bisa dilaksanakan dengan naungan khilafah karena hanya dengan khilafah seluruh syariah secara kaffah bisa diterapkan. Dengan khilafah pula, umat ini akan bangkit. Negeri ini dan negeri-negeri islam lainnya juga akan bangkit menjadi negara besar dan berwibawa, bahkan menjadi negara adidaya.
Pertanyaannya adalah benarkah dengan khilafah umat islam akan mengalami kebangkitan yang hakiki? Benarkah dengan khilafah seluruh problem yang ada di negeri ini akan teratasi? Benarkah dengan khilafah seluruh syariah secara kaffah bisa diterapkan? Mari kita jawab bersama-sama dengan mengkaji bagaimana khilafah yang sebenarnya itu sehingga kita dapat menentukan sikap bahwa khilafah itu layak atau tidak untuk diterapkan di bumi pertiwi ini  dan dunia.
Sebelum itu kita perlu mengetahui apa itu khilafah dan organisasi yang memperjuangkannya. Khilafah yang dimaksud adalah kepemimpinan umat dalam suatu Daulah Islam yang universal di muka bumi ini, dengan dipimpin seorang pemimpin tunggal (Khilafah) yang dibai’at oleh umat. Sedangkan Hijbut Tahrir Indonesia (HTI) itu sendiri merupakan bagian dari HT, kelompok politik yang didirikan oleh Taqiyuddin An Nabhani di AL-Quds, waktu itu bagian dari Yordania, pada tahun 1953, bertujuan untuk mendirikan negara Khilafah Islamiyah.
Kita awali kajian tentang khilafah ini dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim (salah satu perawi hadis yang diakaui keshahiannya di kalangan umat islam mazhab sunni). Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika dibai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.”
Membaca hadis ini, kita akan terdorong untuk merefresh kembali sejarah umat islam di bawah naungan khilafah. Dan ternyata sejarah umat islam mencatat bahwa hanya di masa khulafa ar-rasyidin, bani Umayyah (pertama) dan awal masa Abbasiyah sajalah umat islam berada di bawah kepemimpinan satu orang pemimpin (Khalifah). Selepas itu umat islam berada di bawah kepemimpinan khalifah lebih dari satu. Berikut catatan sejarah dinasti-dinasti yang pernah hadir, ada yang beridiri di masa yang bersamaan;
§  Umayyah (661-750)
§  Abbasiyah (750-1258)
§  Umayyah II (780-1031)
§  Buyids (945-1055)
§  Fatimiyyah (909-1171)
§  Saljuk (1055-1194)
§  Ayyubid (1169-1260)
§  Mamluks (1250-1517)
§  Ottoman (1280-1922)
§  Safavid (1501-1722)
§  Mughal (1526-1857)
Selain beberapa dinasti di atas, sebenarnya ada lagi beberapa dinasti lain yang berdiri bersamaan kala itu. Seperti Dinasti Idrisiyah, Aghlabiyah, Samaniyah, Safariyah etc. Dari runutan sejarah di atas terlihat jelas bahwa setelah 30 tahun kekhalifahan bani Abbasiyah berdiri, terdapat (berdiri lagi) kekhalifahan lain (Umayyah II). Secara tidak langsung memberitahukan kepada kita bahwa telah terjadi dualisme kepemimpinan di tubuh umat islam pada saat itu. Bahkan seiring berjalannya waktu kepemimpinan dalam umat islam tidak hanya satu atau dua, bahkan lebih dari itu (khalifah) yang memimpin dalam waktu bersamaan. Lantas kepemimpinan khalifah manakah yang sah kala itu? Manakah khalifah yang harus dituruti? Dan jika mengacu pada hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim di atas, maka khalifah manakah yang harus dipenggal kepalanya? Bukankah tujuan berdirinya khilafah adalah untuk menegakan syariah/melaksanakan perintah Allah dan Rasulnya? Akan tetapi realitasnya kekhilafahan yang meniscayakan pemimpin tunggal saja dilupakan. Lalu bagaimana mereka (pejuang khilafah) berbicara tentang islam yang kaffah?
Sejarah juga mencatat bagaimana darah tertumpah membanjiri bumi demi mendirikan sebuah dinasti/kekhilafahan. Tidak sampai di situ darah terus tertumpah lantaran jabatan khalifah dalam kekhilafahan tersebut. Pertumpahan darah yang terjadi antara kubu Ali dan Muawiyah (pendiri bani Umayyah) kala itu Ali masih menjabat sebagai Khalifah ke-4. Muawiyah dengan Hasan (anaknya Ali) serta Yazid dan Husein adalah sejarah kelam dan paling pahit yang pernah ditorehkan dalam sirah perjalanan agama Muhammad. Tak cukup sampai di situ, sejarah juga mencatat kekhalifahan islam adalah sejarah yang penuh dengan pertumpahan darah dan peperangan.
Peperangan ini tidak hanya terjadi antara umat islam dengan umat non islam saja bahkan antar sesama umat islam pun terjdai pertumpahan darah dan peperangan. Pergantian kekuasaan dalam satu dinasti, perluasan wilayah, pendirian dinasti baru adalah tiga hal yang paling sering menimbulkan pertumpahan darah, penaklukan, penghancuran dan peperangan.
Contoh, awal berdirinya bani Umayyah salah satunya dimulai dengan pertumpahan darah pada peristiwa perang shiffin antara Ali dan pendiri dinasti bani Umayyah; Muawiyah. Peristiwa ini memunculkan pertanyaan bagi kita, mengapa Muawiyah memerangi Ali sedangkan Ali telah dibai’at oleh kaum Muhajirin dan Anshar? Bukankah Muawiyah harus tunduk pada pemimpinnya; Ali bin Abi Thalib sebagaimana yang pernah dilakukannya terhadap khalifah-khalifah sebelum Ali?
Peperangan antara Ali dan Muawiyah ini dilanjutkan oleh kedua anak mereka; Husein dan Yazid. Yang kemudian kita kenal dengan peristiwa Karbala; di mana kepala Al Husein (cucu kesayangan Rasulullah) di penggal dan tubuhnya berlumuran anak panah dan darah. Begitupun tentara-tentara Al Husein memiliki, memiliki nasib yang tak jauh beda dengannya. Mereka terbunuh (dibantai) di padang karbala oleh sesama umat islam.
Awal berdirinya Abbasiyah (akhir dari bani Umayyah di Damascus) dimulai dengan pembunuhan terhadap khalifah Marwan II oleh tentara Abbasiyah pada 750 M. Runtuhnya bani Umayyah dan  berdiirnya bani Abbasiyah juga memiliki rekaman yang tak kalah mengerikan. Hal ini diceritakan oleh Abul A’la al-Maududi dalam al khilafah wa al mulk.
Bahwa telah terjadi pembunuhan lebih dari 50.000 nyawa, ketika terjadi penaklukan ibukota bani Umayyah oleh tentara bani Abbas. Bahkan anak-anak dan perempuan pun dibantai secara keji oleh mereka. Masjid Jami’ milik bani Umayyah, mereka jadikan kandang kuda-kuda mereka selama 70 hari.
Selain peperangan dan pertumpahan darah, kita mengetahui pergantian kepemimpinan dari satu khalifah ke khalifah yang satu telah mengalami perubahan. Tidak lagi seperti yang pernah dipraktikan para khulafa ar-rasyidin; akan tetapi lebih kepada cara-cara monarki. Ulama-ulama kala itu lebih dekat dengan para penguasa, sehingga agama pun dipolitisir demi kekuasaan.
Bukankah pembantaian, peperangan dan pertumpahan darah adalah sebuah keburukan dan perbuatan yang keji? Bahkan kita tahu bersama bahwa tiga dari empat khulafa ar-rasyidin itu meninggal karena dibinuh oleh orang-orang islam sendiri yang berada di bawah naungan kekhalifahan terbaik. Ini baru hal-hal umum yang sempat direkam sejarah, kita tidak bisa menutup kemungkinan akan adanya problem-problem sosial yang pernah terjadi dalam tubuh umat Islam kala itu. Semisal, korupsi, napotisme, gaya hidup mewah (terutama para khalifah dan pejabat-pejabat pemerintahan), kemiskinan, pergaulan bebas, perjinahan etc. Dan untuk mengurai problem-problem sosial seperti ini tentu kita akan membutuhkan lebih banyak lagi lembaran-lembaran kertas yang perlu kita gores atau kita baca terlebih dahulu.
Jadi, mendirikan khilafah tidak berarti semua problema akan hilang dan lenyap; mungkin kehidupan tanpa problem itu hanya ada di surga saja.
Selain itu, jika memang tujuan khilafah adalah agar supaya syariat islam dapat diterapkan secara kaffah maka bukankah selama ini negara kita yang berdasarkan Pancasila telah memberikan ruang bagi umat islam untuk melakukan itu semua? Bukankah, shalat, puasa, zakat, haji, nikah, sedekah, mengaji, menuntut ilmu, makan, minum etc itu adalah bagian dari syariat islam? Dan kita pun dapat melakukan semua itu walaupun tanpa harus berada di bawah naungan khilafah.
Pancasila kita sendiri sebenarnya merupakan sebuah dasar/ideologi yang mengandung nilai paling tinggi yang pernah ada. Bahkan kesakralannya/kedudukannya tidak kalah dari Agama. Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mengisyaratkan bahwa negara kita dan penduduk di dalamnya memiliki kepercayaan terhadap adanya Tuhan; ontologi dari segala yanga ada. Pancasila kita pun berbicara tentang kemanusian, keadilan, keadaban, dan kesejahteraan. Singkatnya, Pancasila kita merupakan ideologi yang jika diterapkan secara baik dan seksama maka akan menghantarkan negara kita ini mencapai negara yang Madani (Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur) sebagaimana yang tersurat pada sila kelima; “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal ini bisa tercapai jika kita benar-benar memahami, menghayati, menjalankan serta memanifestasikan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam setiap gerak-gerik laku kita dalam keseharian berbangsa dan bernegara.
Mengakhiri tulisan ini saya ingin mengajukan lagi beberapa pertanyaan untuk kita renungkan bersama;
1.     1. Jika khilafah didirikan nantinya, sistem pemilihan khalifah seperti apa yang akan dipakai? Apakah seperti yang pernah dilakukan di Saqifah bbani Sa’idah, penunjukan Umar oleh Abubakar, pembentukan dewan syura oleh Umar untuk memilih Usman, bai’at masyarakat kepada Ali, atau seperti sistem-sistem monarki yang diterapkan oleh dinasti-dinasti pasca khulafa ar rasyidin?
2.      2.Adakah yang bisa menjamin tidak akan terjadi perebutan kekuasaan kedudukan khalifah? Sebab kita tidak bisa memungkiri tiga godaan besar bagi manusia yakni Harta, Wanita dan Tahta/Kekuasaan.
3.      3. Adakah yang bisa menjamin kekhalifahan nantinya adalah kekhalifahan tunggal?
4.      4. Adakah yang bisa menjamin bahwa syariah islam akan diterapkan secara kaffah dengan sisitem khilafah? Jikalau tidak, apa yang mesti kita salahkan? Agama islam atau sisitem khilafahnya? Atau manusianya yang salah? Jika manusia yang salah, mengapa tidak kita judge bahwa problema-problema hari ini pun yang salah adalah manusianya, bukan sistem demokrasinya atau ideologi Pancasilanya?
5.      5. Bagaimana kekhalifahan itu berdiri di sebuah negara yang merderka seperti Indonesia?
Kita ketahui bersama bahwa para pejuang khilafah tidak meleburkan diri ke dalam perpolitikan negara. Sedangkan di negara kita sendiri perubahan apapun itu yang menyangkut kemaslahatan bersama di bahas di parlemen.
6.      6. Akankah para pejuang khilafah akan menggunakan cara lama dalam mendirikan khilafah? Yakni dengan jalan memerangi pemimpin/kedaulatan sebuah negara? Sehingga melanjutkan tradisi peperangan yang pernah lalu.
7.      7. Jika para pejuang khilafah (HTI) menganggap sistem demokrasi sebagai sistem yang buruk, mengapa mereka jauh lebih berkembang dengan sistem ini? Mengapa menjadikan keluwesan demokrasi untuk menyuarakan sistem khilafah?
Terakhir. daripada sibuk dengan rencana pendirian negara khilafah, alangkah baiknya para pejuang dan pegiat khilafah menyodorkan figur yang akan dijadikan sebagai khalifah kepada public agar diketahui, dinilai dan diuji kelayakannya apabila telah memenuhi kelayakan dan diterima oleh umat maka akan dibaiat umat sebagai khalifah!

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017