Banner 468 x 60px

 

Tuesday, May 23, 2017

Kesombongan Awal Kejatuhan

0 komentar
Kesombongan Awal Kejatuhan

“Aku lebih baik darinya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah”.
Kita mungkin mafhum dan sudah tidak asing lagi dengan ungkapan di atas. Yah, ungkapan di atas adalah salah satu petikan dialog antara Tuhan dan Iblis yang diabadikan dalam kitab suci Al-Qur’an sebagai pelajaran bagi umat Muhammad dan umat manusia pada umumnya. Dialog antara Tuhan dan Iblis tentang siapakah yang lebih layak dan mesti (dihadapannya) kening yang bersih ditundukkan. Pernyataan Iblis di atas kita kenal juga dengan perilaku “Sombong”, saya menyebutnya dengan pernyataan “Rasis” yang paling pertama.
Rasis atau kesombongan dengan melakukan komparasi antar ciptaan Tuhan, antara dirinya Iblis dengan Adam merupakan batu sandungan paling berbahaya dan paling kejam yang pernah ada. Sebuah awal dari siksa yang berkepanjangan dan terputusnya rahmat Tuhan atas dirinya (Iblis). Kesombongan telah menjadi awal dari kejatuhan Iblis yang semula adalah sang ahli ibadah, konon tidak ada sejengkal alam semesta yang luput dari kening Iblis untuk menyembah Allah. Kesombongan juga telah membuat Iblis terpental jauh dari Surga yang semula menjadi tempat peristirahatannya. Dan ini juga merupakan kejatuhan pertama kali yang pernah ada. Sebabnya hanya satu, Sombong.
Sejarah panjang umat manusia pun silih berganti dengan kisah yang hampir mirip dengan apa yang pernah dilakukan oleh Iblis. Bahkan ada yang melampaui perbuatan menyombongkan diri Iblis. Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an, sosok Firaun adalah model kesombongan paling keji melebihi kesombongannya Iblis. Bagaimana tidak? Kesombongan Iblis tidak pernah membuatnya menafikan Adanya Tuhan. Sedangkan kesombongan yang dilakukan Firaun menafikan Adanya Tuhan, dengan memprakarsai (men-judge) dirinya sebagai Tuhan dan paling berkuasa. Kesombongan ini pula-lah yang membuat kedigdayaan dan seluruh keagungan Firaun roboh dan tenggelam di laut Merah.
Al-Qur’an juga telah mengkisahkan cerita lain bagaimana kesombongan menjadi lumpur hidup yang menarik manusia hingga tenggelam ke dalam bumi. Kesombongan telah menjatuhkan manusia. Kisah Qorun yang bangga dengan harta kekayaan titipan Tuhan sebagai jerih payahnya hingga enggan berzakat dan bersedekah. Bahkan ironinya, ia mengklaim bahwa seluruh kekayaan yang ada padanya atas usaha dan kerja kerasnya, Tuhan tidak pernah mencampuri jerih payahnya tersebut. Apa yang terjadi? Oleh Tuhan, ia ditenggelamkan ke dalam bumi bersama harta kekayaan yang ia bangga-banggakan dan ia agung-agungkan.
Itulah tiga kisah besar tentang akhir dari sikap sombong dengan kejatuhan mengerikan yang pernah ada. Lantas apakah hari ini kita telah bergerak dari sifat dan sikap sombong ini. Ternyata belum. Dan jika kita amati realitas obyektif yang ada di hadapan kita, bahkan tiga model kesombongan di atas masih ada.  
Rasisme masih saja terjadi di mana-mana walaupun dengan pakaian berbeda. Kesombongan dengan menganggap Agamanya yang paling benar, sukunya yang paling superior, ras-nya yang paling unggul, dirinya yang paling cantik dan lain sebagainya. Adalah model kesombongan ala Iblis yang pada awalnya dilakukan terhadap Moyang kita Adam dan hari ini terulang kembali oleh anak cucunya sendiri.
Para pemodal, pengusaha dan kapitalis yang sewenang-wenang menggunakan kekuatan modalnya menginterfensi, menekan, menindas dan menciptakan cacat hukum. Dengan harta kekayaan yang dimiliki mereka merasa mampu mengendalikan dan membeli segala hal bahkan kemanusiaan manusia itu sendiri. Merasa bangga dan berfoya-foya dengan harta kekayaan yang ada adalah model kesombongan ala Qorun.
Kesombongan ala Firaun pun sebenarnya ada. Meski di sisi lain mereka masih beragama (lembaga bagi orang-orang yang percaya pada Tuhan), sehingga kesombongannya tidak persis seperti Firaun. Akan tetapi, masih bisa dikategorikan sebagai kesombongan ala Firaun. Siapa mereka? Mereka adalah para penguasa terutama para penguasa yang diktator. Dengan kekuasaan (jabatan) yang ada di tangan mereka, mereka merasa mampu mengendalikan seluruh apa yang mereka kuasai. Dengan kekuasaan mereka memonopoli hukum, menindas, membantai dan menciptakan ketidak adilan.
Selain tiga model kesombongan di atas, masih ada kesombongan yang bagi saya tingkatannya di atas kesombongan yang dilakukan oleh Iblis itu sendiri dan setara dengan Firaun di satu sisi. Yakni kesombongan dengan merasa diri paling bertaqwa, paling shaleh, yang berhak atas surga, dan memandang orang yang tidak sejalan dengan dirinya adalah kafir (suka mengkafirkan). Kenapa saya katakan mereka yang merasa diri paling taqwa dan paling shaleh itu lebih buruk dari Iblis? Karena Iblis melakukan komparasi dengan sesuatu yang jelas terlihat dan nampak oleh mata. Sesuatu yang seyogyanya bisa dimaklumi. Alasannya sederhana, Iblis melakukan komparasi terhadap materi, sesuatu yang bisa diamati.  Sedangkan mereka yang mengklaim diri paling bertaqwa, paling shaleh dan paling lurus dari yang lainnya melakukan komparasi terhadap sesuatu yang abstrak, sesuatu yang mereka sendiri tidak mengetahui kepastian kebenaran dari komparasi yang dilakukan. Komparasi yang dilakukan pun sebenarnya bukan wilayah mereka untuk melakukannya. Karena tingkat ketaqwaan, keshalehan, masuk surga ataupun tidak, serta kafir ataupun tidaknya seseorang hanya Tuhannlah yang mengetahuinya, bukan manusia itu sendiri. Sehingga orang-orang yang demikian di satu sisi jenis kesombongannya melebihi Iblis dan di satu sisi kesombongannya seperti Firaun yang merasa diri sebagai Tuhan.
Jika kesombongan itu tidak membuat kita jatuh hari ini masih ada hari esok, jika tidak di bumi masih ada pengadilan di akhirat. Bisa saja kita seharusnya masuk ke surga akan tetapi kesombongan yang ada dalam diri kita membuat kita jatuh, sehingga surga bukan lagi tempat kembalinya kita. Oleh karena itu mari kita buang jauh-jauh sifat dan sikap sombong, kita kedepankan sifat dan sikap rendah hati. Karena sombong adalah sifat yang telah mencelakakan Iblis, Firaun, Qorun dan masih banyak lagi. Kita selamatkan diri dengan kerendahan hati dan sikap egalitarian sebagai hamba Tuhan.

0 komentar:

Post a Comment

 
ZN _ LEFOKISSU © 2017