Kesombongan Awal Kejatuhan
“Aku lebih baik darinya, karena Engkau
ciptakan aku dari api, sedangkan dia (Adam) Engkau ciptakan dari tanah”.
Kita mungkin mafhum
dan sudah tidak asing lagi dengan ungkapan di atas. Yah, ungkapan di atas
adalah salah satu petikan dialog antara Tuhan dan Iblis yang diabadikan dalam
kitab suci Al-Qur’an sebagai pelajaran bagi umat Muhammad dan umat manusia pada
umumnya. Dialog antara Tuhan dan Iblis tentang siapakah yang lebih layak dan
mesti (dihadapannya) kening yang bersih ditundukkan. Pernyataan Iblis di atas
kita kenal juga dengan perilaku “Sombong”, saya menyebutnya dengan pernyataan
“Rasis” yang paling pertama.
Rasis atau kesombongan
dengan melakukan komparasi antar ciptaan Tuhan, antara dirinya Iblis dengan
Adam merupakan batu sandungan paling berbahaya dan paling kejam yang pernah
ada. Sebuah awal dari siksa yang berkepanjangan dan terputusnya rahmat Tuhan atas
dirinya (Iblis). Kesombongan telah menjadi awal dari kejatuhan Iblis yang
semula adalah sang ahli ibadah, konon tidak ada sejengkal alam semesta yang
luput dari kening Iblis untuk menyembah Allah. Kesombongan juga telah membuat
Iblis terpental jauh dari Surga yang semula menjadi tempat peristirahatannya.
Dan ini juga merupakan kejatuhan pertama kali yang pernah ada. Sebabnya hanya
satu, Sombong.
Sejarah panjang umat
manusia pun silih berganti dengan kisah yang hampir mirip dengan apa yang
pernah dilakukan oleh Iblis. Bahkan ada yang melampaui perbuatan menyombongkan
diri Iblis. Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an, sosok Firaun adalah model
kesombongan paling keji melebihi kesombongannya Iblis. Bagaimana tidak?
Kesombongan Iblis tidak pernah membuatnya menafikan Adanya Tuhan. Sedangkan
kesombongan yang dilakukan Firaun menafikan Adanya Tuhan, dengan memprakarsai
(men-judge) dirinya sebagai Tuhan dan paling berkuasa. Kesombongan ini pula-lah
yang membuat kedigdayaan dan seluruh keagungan Firaun roboh dan tenggelam di
laut Merah.
Al-Qur’an juga telah
mengkisahkan cerita lain bagaimana kesombongan menjadi lumpur hidup yang
menarik manusia hingga tenggelam ke dalam bumi. Kesombongan telah menjatuhkan
manusia. Kisah Qorun yang bangga dengan harta kekayaan titipan Tuhan sebagai
jerih payahnya hingga enggan berzakat dan bersedekah. Bahkan ironinya, ia
mengklaim bahwa seluruh kekayaan yang ada padanya atas usaha dan kerja
kerasnya, Tuhan tidak pernah mencampuri jerih payahnya tersebut. Apa yang
terjadi? Oleh Tuhan, ia ditenggelamkan ke dalam bumi bersama harta kekayaan
yang ia bangga-banggakan dan ia agung-agungkan.
Itulah tiga kisah
besar tentang akhir dari sikap sombong dengan kejatuhan mengerikan yang pernah
ada. Lantas apakah hari ini kita telah bergerak dari sifat dan sikap sombong
ini. Ternyata belum. Dan jika kita amati realitas obyektif yang ada di hadapan
kita, bahkan tiga model kesombongan di atas masih ada.
Rasisme masih saja
terjadi di mana-mana walaupun dengan pakaian berbeda. Kesombongan dengan menganggap
Agamanya yang paling benar, sukunya yang paling superior, ras-nya yang paling
unggul, dirinya yang paling cantik dan lain sebagainya. Adalah model
kesombongan ala Iblis yang pada awalnya dilakukan terhadap Moyang kita Adam dan
hari ini terulang kembali oleh anak cucunya sendiri.
Para pemodal,
pengusaha dan kapitalis yang sewenang-wenang menggunakan kekuatan modalnya
menginterfensi, menekan, menindas dan menciptakan cacat hukum. Dengan harta
kekayaan yang dimiliki mereka merasa mampu mengendalikan dan membeli segala hal
bahkan kemanusiaan manusia itu sendiri. Merasa bangga dan berfoya-foya dengan
harta kekayaan yang ada adalah model kesombongan ala Qorun.
Kesombongan ala Firaun
pun sebenarnya ada. Meski di sisi lain mereka masih beragama (lembaga bagi
orang-orang yang percaya pada Tuhan), sehingga kesombongannya tidak persis
seperti Firaun. Akan tetapi, masih bisa dikategorikan sebagai kesombongan ala
Firaun. Siapa mereka? Mereka adalah para penguasa terutama para penguasa yang
diktator. Dengan kekuasaan (jabatan) yang ada di tangan mereka, mereka merasa
mampu mengendalikan seluruh apa yang mereka kuasai. Dengan kekuasaan mereka
memonopoli hukum, menindas, membantai dan menciptakan ketidak adilan.
Selain tiga model
kesombongan di atas, masih ada kesombongan yang bagi saya tingkatannya di atas
kesombongan yang dilakukan oleh Iblis itu sendiri dan setara dengan Firaun di
satu sisi. Yakni kesombongan dengan merasa diri paling bertaqwa, paling shaleh,
yang berhak atas surga, dan memandang orang yang tidak sejalan dengan dirinya
adalah kafir (suka mengkafirkan). Kenapa saya katakan mereka yang merasa diri
paling taqwa dan paling shaleh itu lebih buruk dari Iblis? Karena Iblis
melakukan komparasi dengan sesuatu yang jelas terlihat dan nampak oleh mata.
Sesuatu yang seyogyanya bisa dimaklumi. Alasannya sederhana, Iblis melakukan
komparasi terhadap materi, sesuatu yang bisa diamati. Sedangkan mereka yang mengklaim diri paling
bertaqwa, paling shaleh dan paling lurus dari yang lainnya melakukan komparasi
terhadap sesuatu yang abstrak, sesuatu yang mereka sendiri tidak mengetahui
kepastian kebenaran dari komparasi yang dilakukan. Komparasi yang dilakukan pun
sebenarnya bukan wilayah mereka untuk melakukannya. Karena tingkat ketaqwaan,
keshalehan, masuk surga ataupun tidak, serta kafir ataupun tidaknya seseorang
hanya Tuhannlah yang mengetahuinya, bukan manusia itu sendiri. Sehingga
orang-orang yang demikian di satu sisi jenis kesombongannya melebihi Iblis dan
di satu sisi kesombongannya seperti Firaun yang merasa diri sebagai Tuhan.
Jika kesombongan itu
tidak membuat kita jatuh hari ini masih ada hari esok, jika tidak di bumi masih
ada pengadilan di akhirat. Bisa saja kita seharusnya masuk ke surga akan tetapi
kesombongan yang ada dalam diri kita membuat kita jatuh, sehingga surga bukan
lagi tempat kembalinya kita. Oleh karena itu mari kita buang jauh-jauh sifat
dan sikap sombong, kita kedepankan sifat dan sikap rendah hati. Karena sombong
adalah sifat yang telah mencelakakan Iblis, Firaun, Qorun dan masih banyak
lagi. Kita selamatkan diri dengan kerendahan hati dan sikap egalitarian sebagai
hamba Tuhan.
0 komentar:
Post a Comment